Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali melaporkan kondisi jasa keuangan terkini dalam hasil Rapat Dewan Komisioner pada April 2024.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan saat ini ekonomi global masih dipenuhi oleh ketidakpastian yang didorong oleh ketegangan geopolitik.
Selain itu, adanya proyeksi penurunan inflasi global yang berada di bawah ekspektasi pasar sehingga menimbulkan goncangan di pasar keuangan global.
"Stabilitas jasa keuangan nasional masih terjaga dengan kinerja intermediasi yang kontributif dan didukung oleh likuiditas yang memadai serta permodalan yang kuat di tengah ketidakpastian global," ujarnya dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan April 2024, Senin (13/5/2024).
Mahendra menyebutkan di Amerika Serikat, pertumbuhan melambat sebesar 1,6% QtQ dari sebelumnya sebesar 3,4%, yang disebabkan oleh peningkatan impor secara signifikan. Kendati demikian, kinerja ekonomi AS masih menunjukkan tanda-tanda penguatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasi semula.
"Hal ini mendorong kembalinya ekspektasi higher for longer menjadi menurun. Artinya perkiraan terjadinya pemotongan tingkat Fed Fund Rate dalam waktu dekat berkurang," jelasnya.
Baca Juga
Sementara, berbeda dengan the Fed, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England dihadapkan pada dilema pertumbuhan ekonomi rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan Eropa. Namun, pasar berekspektasi ECB maupun BoE akan menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di China, rilis beberapa data ekonomi berada di atas ekspektasi pasar meskipun di domestik permintaan masih melemah. Pemerintah China pun terus merilis kebijakan fiskal dan moneter masih akomodatif.
Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2024 sebesar 5,11% YoY atau lebih tinggi ketimbang kuartal IV/2023 yang sebesar 5,04% YoY.
Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi nonprofit yang melayani rumah tangga dengan kenaikan 24,3% dan konsumsi pemerintah sebesar 19,9% YoY.
"Ke depan perlu dicermati normalisasi pertumbuhan ekonomi seiring berakhirnya Pemilu dan Ramadan, serta normalisasi harga komoditas yg menekan kinerja ekspor," kata Mahendra.