Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan penjelasan mengenai dampak kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% terhadap kinerja penyaluran kredit perbankan.
Keputusan menaikan suku bunga acuan diambil BI dalam agenda Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 23-24 April 2024. BI rate pun kini menyentuh level 6,25%, naik 25 basis poin (bps) setelah sebelumnya tertahan di level 6% sejak Oktober 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kenaikan suku bunga acuan memang akan memberikan dampak terhadap biaya dana (cost of fund/CoF) perbankan. Namun, menurutnya kenaikan biaya dana relatif tidak memengaruhi kinerja kredit perbankan.
"Realisasi Kredit terus meningkat walau ada kecenderungan bank memperketat penyaluran kredit," ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Senin (13/5/2024).
Penyaluran kredit per Maret 2024 pun masih bisa tumbuh 12,4% secara tahunan (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya atau Februari 2024 di level 11,28%.
Adapun, ketika bank melakukan upaya pengetatan penyaluran kredit seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan, langkah tersebut menjadi hal yang positif. "Ini agar bank lebih prudent, menggambarkan kehati-hatian," tuturnya.
Baca Juga
Selain itu, mengacu rencana bisnis bank (RBB), industri perbankan tetap menunjukan optimismenya dalam penyaluran kredit. "Target pertumbuhan kredit 9%-11%. Tidak lebih tinggi daripada tahun lalu, tapi optimistis dobel digit," kata Dian.
Di tengah kenaikan suku bunga acuan, Dian juga memproyeksikan perbankan tidak akan serta merta meningkatkan bunga kreditnya. Sebab, menurut Dian likuiditas perbankan masih memadai. Kemudian, bank pun mesti memperhatikan kemampuan bayar debitur.
Meski begitu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan kenaikan suku bunga acuan BI akan memberi dampak terhadap perlambatan kredit dalam jangka waktu 6 bulan ke depan.
"Manakala pertumbuhan kredit melemah dan beberapa debitur mengalami kesulitan pembayaran, ini akan memengaruhi NPL [nonperforming loan/kredit bermasalah] bank. Akhirnya akan mempengaruhi kinerja secara umum nantinya," ujar Amin kepada Bisnis pada bulan lalu (25/4/2024).