Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia masuk ke dalam ‘klub eksklusif’ bank sentral setelah merajai kepemilikan surat berharga negara (SBN) yang diperdagangkan di pasar.
Melansir Bloomberg, Jumat (17/5/2024), kepemilikan BI atas SBN rupiah mencapai 23% dari total SBN yang diperdagangkan pekan ini, melampaui kepemilikan bank-bank lain. Porsi kepemilikan BI jauh meningkat dari awal tahun 2020 yang masih di bawah 5%.
Sebagai kebijakan di era pandemi, pembelian obligasi kini telah menjadi alat utama bagi Indonesia untuk melawan dominasi dolar tahun ini. Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan kenaikan suku bunga pada RDG April 2024, dan berjanji untuk mempertahankan upaya-upaya untuk mendorong rupiah melewati level Rp16.000 per dolar AS.
BI kini bergabung dengan Bank of Japan (BOJ) sebagai bank sentral yang menjadi pemegang terbesar obligasi pemerintahnya (Japanese Bond).
Analis Malayan Banking Bhd Myrdal Gunarto mengatakan status BI sebagai pemegang SBN terbesar memungkinkan BI untuk meredam volatilitas selama lingkungan pasar global yang tidak menguntungkan
"Kami pikir ini adalah perkembangan yang baik untuk pasar obligasi Indonesia,” ungkap Gunarto seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
BI pada awalnya meningkatkan pembelian SBN untuk membatasi defisit anggaran selama pandemi dan memacu pertumbuhan ekonomi. Langkah ini serupa dengan negara-negara lain seperti Filipina.
Namun, kebijakan tersebut sekarang digunakan untuk menstabilkan imbal hasil obligasi untuk mencegah arus keluar selama volatilitas pasar, seperti pada bulan lalu ketika mata uang Asia tertekan spekulasi The Fed akan menunda penurunan suku bunga.
Kebijakan-kebijakan tersebut tampaknya berhasil. Para investor asing telah membeli obligasi rupiah senilai sekitar $230 juta pada bulan ini sehingga mendorong penguatan rupiah hampir 2% terhadap dolar AS.
Imbal hasil SBN bertenor 10 tahun telah turun 31 basis poin karena sentimen terhadap aset-aset negara berkembang membaik menyusul data inflasi yang membawa kembali spekulasi penurunan suku bunga di AS.
BI baru-baru ini juga mendorong penerbitan surat berharga rupiah dengan imbal hasil yang tinggi sebagai upaya untuk menarik aliran dana asing. BI kemudian menggunakan obligasi rupiah sebagai jaminan untuk surat-surat berharga tersebut.