Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Mandiri (BMRI) dan BCA (BBCA) Pede Kredit Moncer di Era Suku Bunga Tinggi

Bank Mandiri (BMRI) dan BCA (BBCA) optimistis pertumbuhan penyaluran kredit perbankan mencapai dobel digit di era suku bunga acuan yang masih tinggi.
Ilustrasi penyaluran kredit perbankan./ Dok Freepik
Ilustrasi penyaluran kredit perbankan./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) hingga PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) optimistis pertumbuhan penyaluran kredit perbankan mencapai dobel digit di era suku bunga acuan yang tinggi. 

Perlu diketahui, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit tahun ini akan mencapai 10%–12% secara tahunan. Melansir dari laporan Analisis Uang Beredar per April 2024, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp7.247,7 triliun atau tumbuh 12,3% yoy setelah Maret tumbuh sebesar 11,9% yoy. 

Adapun, perkembangan kredit didorong oleh pertumbuhan peyaluran kredit kepada debitur korporasi sebesar 17% yoy dan kredit perorangan 7,2% yoy. 

Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan penyaluran kredit pada April 2024 dipengaruhi oleh perkembangan kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit konsumsi yang masing-masing tumbuh 12,4% yoy; 14,6% yoy; dan 10% yoy 

Bank Mandiri sendiri terus mengoptimalkan penyaluran kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga Maret 2024, Bank Mandiri telah menyalurkan kredit konsolidasi sebesar Rp 1.435 triliun, meningkat 19,1% secara year on year (YoY). 

VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano menuturkan pencapaian tersebut melampaui pertumbuhan kredit industri yang secara tahunan tumbuh sebesar 12,4% pada akhir Maret 2024.

“Di tahun ini guidance pertumbuhan kredit Bank Mandiri secara konsolidasi di kisaran 13-15% yoy,” ujarnya pada Bisnis, Senin (27/5/2024)

Menurutnya, ke depan pertumbuhan kredit perseroan akan memperhatikan portfolio guideline dan fokus pada sektor-sektor yang prospektif maupun resilien di antaranya adalah perkebunan, industri makanan & minuman, serta energi & air. 

Selain itu, kata Ricky, perseroan bakal melanjutkan strategi pertumbuhan kredit yang telah dijalankan selama beberapa tahun terakhir melalui penguatan core competence  di segmen wholesale 

Selain itu, perseroan juga meningkatkan pertumbuhan segmen retail dengan pendekatan value chain yang berbasis ekosistem serta fokus pada sektor unggulan di wilayah Indonesia.

Senada, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menuturkan BCA bakal mendukung pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit ke berbagai sektor dengan terus mengamati dinamika yang terjadi di pasar. 

“Kami berharap total kredit BCA akan tumbuh di kisaran 9%-10% di tahun ini,” ujarnya pada Bisnis. 

Per Maret 2024, kredit investasi BCA naik 25,8% YoY menjadi Rp277,7 triliun. Tak hanya itu, kredit modal kerja juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,7% menjadi Rp385,2 triliun. Di mana, kontributor terbesar pertumbuhan kredit investasi, kredit industri, dan kredit modal kerja berasal dari sektor pertambangan non-migas dan jasa keuangan.

“Kami masih melihat tren pertumbuhan yang positif untuk kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit industri hingga saat ini hingga saat ini,” ujarnya. 

Ditopang likuiditas yang solid serta mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif, pihaknya optimis menjaga pertumbuhan kredit berkualitas secara berkelanjutan. 

Sebelumnya, Hera juga mencatat khusus kredit konsumer terjadi peningkatan 14,9% YoY menjadi Rp201,6 triliun per Maret 2024. 

Menurutnya, pertumbuhan kredit konsumer ditopang oleh KPR BCA yang naik 11,0% YoY mencapai Rp121,7 triliun, KKB yang tumbuh 22,2% YoY menjadi Rp59,8 triliun, serta kenaikan outstanding pinjaman konsumer lainnya, dengan sebagian besar merupakan kartu kredit sebesar 22,6% YoY mencapai Rp17,1 triliun.

“Kami melihat minat kredit konsumer terjaga dengan baik, tercermin dari tingginya antusiasme pengunjung BCA Expoversary 2024 yang berlangsung secara offline pada 29 Februari–3 Maret 2024, dan online sampai akhir April 2024,” katanya

Adapun, hingga akhir Maret, total aplikasi KPR dan KKB pada BCA Expoversary 2024 telah mencapai lebih dari Rp30 triliun

Kata Pengamat

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan sendiri menuturkan ada sejumlah faktor yang membuat pertumbuhan kredit tahun ini kian meninggi. Pertama, dipengaruhi low base effect tahun lalu. Kedua, terdorong momen Ramadan dan lebaran.

“Iya bisa juga karena momen lebaran, di mana terjadi antisipasi dari pengusaha utuk menambah permodalan dari bank dalam upaya memenuhi permintaan yang meningkat selama momen lebaran dan puasa,” ujarnya pada Bisnis

Lebih lanjut, setelah berakhirnya masa ketidakpastian yang ditandai dengan usainya masa Pemilihan Umum (Pemilu) dan pengumuman hasil Pemilu, membuat perencaaan aktivitas bisnis dari pelaku bisnis kian mantap

“Artinya, dengan kondisi lebih stabil, membuat permintaan [kredit] di sektor perbankan meningkat,” ujarnya. 

Terkait perhitungan soal kredit ke depan, pria yang kerap disapa Ucok itu mengatakan perkembangan kredit modal kerja hingga konsumsi sendiri kemungkinan besar terkerek dengan dua momentum besar di akhir tahun, yakni Pilkada dan Nataru

“Dengan situasi itu, target kredit 11% bisa tercapai, tapi harus diperhatikan jangan sampai ada kebijakan yang menekan daya beli [masyarakat], seperti kenaikan suku bunga acuan atau kebijakan pemerintah di bidang harga, misal soal PPN yang berlaku 2025,” ujarnya

Pasalnya, dengan kenaikan PPN, bakal membuat masyarakat melakukan antisipasi dengan mengerem konsumsi atau belanja

“Ketika konsumsi melambat [ini] akan berpengaruh pada permintaan korporasi terhadap pembiayaan termasuk bank, kalau mereka [korporasi] ada duit, maka mereka akan menggunakan dana internal, misal laba ditahan, sebelum akhirnya memilih akses kredit ke bank,” tutur Abdul. 

Menyoal pertumbuhan dari jenis penggunaan, dia menyebut kredit investasi akan terus memimpin, disusul oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi. 

“Dari polanya memang seperti ini selama beberapa bulan terakhir. Ini karena, orang menahan konsumsi lantaran inflasi bahan makanan tinggi. Tapi, kita lihat lagi pada masa liburan [akhir tahun] apakah ada permintaan peningkatan sektor konsumsi atau tidak, ” ucapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper