Bisnis.com, JAKARTA -- Raupan laba bank perekonomian rakyat (BPR) kian anjlok pada tahun ini. Seiring dengan itu, sudah terdapat belasan bank bangkrut.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba BPR mencapai Rp479 miliar hingga April 2024, anjlok 46,17% secara tahunan (year on year/yoy) atau dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp890 miliar.
Dari sisi rasio profitabilitas, BPR mencatatkan tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) yang turun dari 1,48% pada April 2023 menjadi 0,74% pada April 2024. Artinya, kemampuan bank dalam mendayagunakan asetnya untuk memperoleh keuntungan berkurang.
Tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) bank juga turun dari 12,69% pada April 2023 menjadi 12,69% pada April 2024. Artinya, kinerja bank dalam menghasilkan laba bersih melalui modalnya semakin turun.
Kinerja jebloknya laba BPR terjadi saat marak bank perekonomian yang bangkrut. Terbaru, ada bank bangkrut bernama PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) yang dicabut izinnya oleh OJK mengacu Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024 tanggal 21 Mei 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda).
Bangkrutnya BPR Bank Jepara Artha membuat jumlah bank bangkrut yang dicabut izin usahanya oleh OJK kian bertambah. Sepanjang tahun ini sudah ada 12 bank bangkrut yang dicabut izin usahanya di Indonesia.
Baca Juga
Berikut daftar bank yang bangkrut sepanjang 2024:
- BPR Bank Jepara Artha (Perseroda)
- PT BPR Dananta
- BPRS Saka Dana Mulia
- BPR Bali Artha Anugrah
- BPR Sembilan Mutiara
- BPR Aceh Utara
- PT BPR EDCCASH
- Perumda BPR Bank Purworejo
- PT BPR Bank Pasar Bhakti
- PT BPR Usaha Madani Karya Mulia
- BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
- Koperasi BPR Wijaya Kusuma
Sementara, pada tahun lalu, terdapat empat bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 134 bank bangkrut di Tanah Air. Hampir semua bank yang bangkrut merupakan BPR.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengatakan meski banyak BPR yang bangkrut, ditambah kinerja labanya yang jeblok, tidak ada kekhawatiran masyarakat nabung di BPR.
Tidak ada juga kabar rush money atau kondisi di mana banyak nasabah yang melakukan penarikan uang dari BPR secara besar-besaran, meskipun menabung di bank yang bermasalah dan dalam proses likuidasi.
"Mereka enggak akan melakukan rush atau apapun, walaupun mereka tahu bahwa bank ini akan ditutup. Kami lihat di banyak kasus mereka menunggu LPS datang," katanya setelah rapat kerja LPS dengan Komisi XI DPR RI pada beberapa waktu lalu.
Adapun, seiring dengan maraknya BPR yang bangkrut, minat masyarakat nabung di BPR dinilai tetap tinggi. "Buktinya pertumbuhan DPK [dana pihak ketiga] BPR masih naik kan," katanya.
Tercatat, DPK BPR mencapai Rp137,66 triliun per April 2024, naik 9,08% yoy. Selain itu, BPR tetap memiliki pangsa pasar nasabah yang loyal.
"BPR itu bank yang unik. Dia itu bank komunitas. Masyarakat di banyak tempat, itu merasa lebih nyaman kalau dia itu menabung di tempat yang dia tahu. Jadi bank-nya itu memang punya karakteristik yang mempunyai keterikatan dengan masyarakat sekitar," ujar Lana.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan kinerja BPR pada tahun ini masih dipengaruhi oleh kondisi yang belum stabil pasca pandemi Covid-19.
"BPR perlu memastikan pengelolaan aset, utamanya aset produktif berupa kredit yang diberikan, dilakukan dengan memperhatikan prinsip kehatihatian dan manajemen risiko," ujarnya dalam jawaban tertulis beberapa waktu lalu.