Bisnis.com, JAKARTA -- Kinerja saham bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) masih lesu pada paruh pertama 2024. Triliunan rupiah kekayaan para konglomerat yang memiliki bank digital, seperti Jerry Ng di ARTO dan Chairul Tanjung di BBHI pun menguap.
Berdasarkan data RTI Business, harga saham ARTO turun 3,46% pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (5/7/2024) ditutup pada level Rp2.230 per lembar. Harga saham ARTO pun turun 23,1% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau pada paruh pertama 2024.
Kemudian, harga saham BBHI turun 1,89% pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, ditutup ke level Rp780. Sepanjang paruh pertama 2024, harga saham BBHI pun susut 39,53%.
Anjloknya harga saham ARTO dan BBHI membuat kekayaan pemiliknya pun ikut merosot. Jerry Ng misalnya yang membesut ARTO melalui PT Metamorfosis. Konglomerat itu tercatat memiliki 4,12 miliar saham ARTO atau setara 29,8%.
Nilai kepemilikan saham Metamorfosis di ARTO sempat mencapai Rp15,27 triliun saat harga ARTO berada pada level tertinggi pada paruh pertama 2024, yakni Rp3.700 per lembar, pada Januari 2024.
Namun, pada perdagangan saham terakhir, nilai kepemilikan saham Metamorfosis di ARTO menjadi Rp9,2 triliun dari harga Rp2.230 per lembar. Artinya, nilai kepemilikan saham Jerry Ng melalui Metamorfosis itu lenyap Rp6,06 triliun pada paruh pertama 2024 saja.
Adapun, harga saham ARTO sempat menyentuh level tertinggi yakni Rp19.000 per lembar pada awal 2022. Saat itu, nilai kepemilikan saham Jerry Ng di ARTO mencapai Rp78,45 triliun. Apabila dibandingkan nilainya dengan saat ini, maka kekayaan Jerry Ng dari saham ARTO merosot Rp69,24 triliun.
Begitu juga dengan Chairul Tanjung yang mengendalikan BBHI melalui PT Mega Corpora dengan porsi kepemilikan 60,88% dan jumlah saham 13,22 miliar lembar.
Nilai kepemilikan saham Chairul Tanjung pada level tertinggi paruh pertama 2024 mencapai Rp18,12 triliun dengan harga Rp1.370 per lembar, tepatnya pada Januari 2024. Namun, kini nilai kepemilikan saham Chairul Tanjung di BBHI menjadi Rp10,31 triliun.
Artinya, Chairul Tanjung telah kehilangan nilai sahamnya di BBHI sebesar Rp7,8 triliun pada paruh pertama 2024.
Jika dibandingkan dengan harga tertinggi sepanjang sejarah BBHI pada level Rp7.300, maka nilai saham Mega Corpora di BBHI tergerus Rp86,24 triliun.
Kinerja Saham Bank Digital
Selain ARTO dan BBHI, emiten bank digital lainnya pun mencatatkan kinerja harga saham yang jeblok pada paruh pertama 2024. Bank digital milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yakni PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) misalnya mencatatkan penurunan harga saham 24,52% ytd ke level Rp234.
Harga saham PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) atau BNC turun 42,2% ytd ke level Rp252. Lalu, harga saham PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) turun 29,38% ytd ke level Rp226.
Selain itu, PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK) mencatatkan penurunan harga saham 25,4% ytd ke level Rp925.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Leonardo Lijuwardi mengatakan bank digital mengalami masa performa yang tertekan. Sebab, bank digital masih dalam masa pengembangan bisnis. Sebagian bank juga masih perlu untuk membentuk biaya provisi yang tinggi.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan harga saham bank-bank digital sulit untuk berkinerja positif sepanjang 2024. Alasannya, reli harga saham bank digital biasanya dipengaruhi oleh tren.
"Ini harus menanti sentimen positif dari adanya aksi korporasi emiten misalnya untuk meningkatkan likuiditas juga kinerja keuangan," tuturnya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
Inflow atau aliran masuk ke bank-bank digital juga kalah dan belum begitu unggul dibandingkan bank-bank lain.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani juga mengatakan valuasi saham bank-bank digital kurang menarik bagi investor.
Bank digital juga kalah persaingan dengan emiten bank lain terutama big caps yang memiliki fundamental serta valuasi jauh lebih menarik. "Investor lebih milih investasi ke saham perbankan besar dibandingkan bank digital," ujarnya.