Adapun, penguatan tata kelola di aturan baru OJK itu juga sejalan dengan kebijakan konsolidasi bagi BPR dan BPRS yang berada dalam kepemilikan pemegang saham pengendali (PSP) yang sama. Dengan begitu BPR dan BPRS menjadi industri yang lebih efisien dan berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat.
Terkait konsolidasi tersebut, Tedy mengatakan industri BPR sudah mulai merespon mengikuti arahan dari OJK. Perbarindo pun terus mendorong adanya konsolidasi di industri BPR. "BPR bisa berperan aktif dalam kontribusi pertumbuhan ekonomi di mana BPR atau BPRS berlokasi, as community bank," ujar Tedy.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan POJK tersebut terbit untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPRS. “Ketentuan ini penting dalam rangka menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang semakin kompleks," kata Dian dalam keterangan tertulis pada Selasa (16/7/2024).
Sebab, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan OJK, kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik pada BPR dan BPRS seringkali menjadi salah satu penyebab utama kebangkrutan.
Sebagaimana diketahui, telah marak kebangkrutan di industri BPR. Terdapat 12 BPR bangkrut di Indonesia dan telah dicabut izin usahanya oleh OJK sepanjang 2024 berjalan.
Sementara, pada tahun lalu, terdapat empat bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 134 bank bangkrut di Tanah Air. Hampir semua bank yang bangkrut merupakan BPR.