Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan perbankan menilai pelemahan ekonomi tidak serta merta meningkatnya kredit bermasalah di perbankan. Pasalnya, dengan seleksi yang ketat, kualitas kredit dapat terjaga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat inflasi Indonesia per September 2024 mencapai 1,84% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pada saat bersamaan, terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan (month-to-month/MtM), memperpanjang kondisi serupa selama lima bulan beruntun.
Tren deflasi tersebut menjadi sinyal lemahnya permintaan domestik dan daya beli masyarakat. Bagi perbankan, kondisi itu juga berpotensi memperburuk kualitas kredit debitur, dalam hal ini rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) yang berisiko melonjak.
Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) Lani Darmawan menjelaskan bahwa pada prinsipnya, kondisi itu dapat diantisipasi oleh bank melalui mekanisme pemilahan kredit yang layak alias credit underwriting.
“Kuncinya ada pada credit underwriting di bank yang baik,” katanya kepada Bisnis melalui pesan singkat, Selasa (1/10/2024).
Lebih lanjut, dengan adanya pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 6% pada pertengahan September lalu, biaya dana (cost of fund) yang dikeluarkan bank diharapkan dapat turun. Apabila hal itu diikuti penurunan suku bunga kredit, dia menilai bahwa kemampuan bayar oleh nasabah akan turut membaik.
Baca Juga
Meskipun demikian, Lani menggarisbawahi bank tetap harus menganalisis jenis usaha debitur, termasuk pada segmen yang tergolong rentan seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dia memastikan saat ini tingkat rasio kredit bermasalah di CIMB Niaga terbilang sehat dengan laju pertumbuhan pembiayaan secara tahunan yang cukup memuaskan.
“Saat ini NPL kami sehat, di sekitar 2%. UKM tetap tumbuh sekitar 10% [yoy] dengan asset quality yang juga baik,” tandasnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa kinerja perbankan Tanah Air masih tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga per Agustus 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa pertumbuhan kredit hingga bulan kedelapan tahun ini masih melanjutkan catatan dobel digit sebesar 11,40% secara tahunan dengan nilai Rp7.508 triliun.
“Di sisi lain, dana pihak ketiga atau DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 7,01% year-on-year, Juli yang lalu tercatat sebesar 7,72%. Giro menjadi kontributor pertumbuhan tersebut dengan pertumbuhan terbesar,” katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulanan, Selasa (1/10/2024).
Terkait kualitas kredit, rasio NPL gross pada Agustus 2024 tercatat sebesar 2,26% dan NPL net sebesar 0,78%. Rasio kredit berisiko atau loan at risk (LaR) menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,17% per Agustus 2024, dibanding angka 10,27% pada bulan lalu.