Bisnis.com, JAKARTA — PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mengungkap tantangan yang dihadapi perseroan terkait permodalan, salah satunya adalah Penyertaan Modal Negara (PMN) yang belum dapat diberikan oleh pemerintah karena adanya prioritas lain.
Meskipun demikian, Direktur Teknik Operasi Indonesi Re Delil Khairat mengungkapkan bahwa Indonesia Re akan terus mengajukan PMN pada tahun-tahun mendatang karena hal tersebut menjadi prasyarat penting untuk pertumbuhan perusahaan.
"PMN itu kan tergantung pada prioritas pemerintah ya. Jadi, walaupun kami sudah hampir dapat, ternyata pemerintah mengatakan bahwa ada prioritas yang lebih utama di tahun itu, akhirnya di-pending lagi. Tapi kami akan terus mengajukan PMN di tahun-tahun berikutnya. Karena itu menjadi prasyarat untuk kita bisa bertumbuh," kata Delil ditemui disela-sela acara Indonesia Rendezvous 2024 beberapa waktu lalu.
Tidak hanya mengandalkan PMN, Indonesia Re juga tengah menjajaki sumber kapital lain dari investor strategis, termasuk investor dari luar negeri. Delil mengatakan pihaknya tengah berkomunikasi dengan beberapa potential strategic partner.
"Investor juga harus datang tidak hanya dengan modal, tetapi juga dengan keahlian, sehingga ada transfer knowledge dan skill ke Indonesia Re," kata Delil.
Selain itu, dalam rangka memperkuat modal dan menyeimbangkan neraca keuangan, Indonesia Re mengadopsi dua pendekatan yakni dengan meningkatkan aset dan menurunkan liabilitas. Menurut Delil, salah satu cara menurunkan liabilitas adalah dengan memanfaatkan reasuransi atau retrosesi lebih banyak, yang pada gilirannya akan mengurangi beban portofolio perusahaan.
Baca Juga
"Kami juga berfokus pada memperbaiki kualitas portofolio. Dengan memperbaiki kondisi bisnis, kami berharap dapat meningkatkan loss ratio," kata Delil.
Dia menambahkan bahwa perusahaan saat ini berada dalam jalur yang positif dengan tren Risk-Based Capital (RBC) yang terus meningkat, saat ini di level 138%. Namun, Delil juga menekankan bahwa tanpa peningkatan ekuitas, perusahaan akan sulit berkembang.
"Dengan capital [ekuitas] sekarang, kami bisa terus bertahan. Tapi kan bisnis kami akan segitu-gitu aja, kami enggak bisa berturut-turut. Dan kami enggak bisa merambah bisnis dari luar negeri. Sehingga akhirnya portfolio kami seperti ini terus terlalu terkonsentrasi dengan dalam negeri. Padahal reinsurance itu kan global business," katanya.
Strategi Indonesia Re
Delil menjelaskan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis dengan potensi ekonomi yang besar dan penetrasi asuransi yang masih rendah, sehingga investor melihat peluang besar di pasar Indonesia. Selain itu, Indonesia Re saat ini sedang melakukan transformasi besar-besaran di tiga area yakni underwriting, business process, dan digitalisasi, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan performa bisnis.
"Kami tidak hanya fokus pada kapitalisasi, tetapi juga peningkatan kapabilitas agar setara dengan pemain global. Transformasi ini sangat signifikan dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi bisnis kami," ungkapnya.
Indonesia Re juga terus memperbaiki liability dengan memperketat kondisi term and condition treaty dan fakultatif. "Dengan memperbaiki kualitas bisnis, meningkatkan rate, dan memperketat syarat-syarat, kami berharap loss ratio bisa diturunkan dan laba akan meningkat secara bertahap," kata Delil.
Dia juga menambahkan bahwa perusahaan harus beroperasi dengan pendekatan konservatif, mengingat kondisi ekuitas yang belum optimal. Pasalnya apabila RBC turun di bawah 120%, perusahaan akan masuk ke pengawasan khusus.
"Itu berbahaya karena klien bisa mulai ragu dan menarik bisnis mereka," katanya.
Delil menyimpulkan bahwa Indonesia Re akan terus mengeksplorasi berbagai opsi peningkatan modal, baik melalui PMN, investasi strategis, maupun perbaikan internal.
"Kami berupaya memanfaatkan setiap peluang untuk meningkatkan kapitalisasi, sehingga kami bisa bersaing di pasar global dan mengembangkan portofolio internasional yang lebih beragam," tutupnya.