Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan tidak akan menerbitkan aturan turunan atau petunjuk teknis terkait Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan ini lantaran isi aturan tersebut sudah memiliki pengaturan yang jelas untuk mencegah potensi risiko seperti moral hazard.
"Jadi kami tinggal lakukan [sesuai dengan aturan yang ada] dan kami akan pantau terus pelaksanaannya, karena pada akhirnya kan bank yang harus melakukan hal itu secara tepat sesuai dengan peraturannya,” ujarnya di DPR, Senin (18/11/2024).
Mahendra pun menyebut pelaksanaan penghapusan piutang ini sudah berlaku efektif dan pihaknya berharap bank segera mengambil langkah konkret untuk menerapkan kebijakan ini supaya hasil dari implementasi ini terlihat dalam waktu dekat.
“Secepatnya harus dilakukan karena ini sudah berlaku efektif dan tentu kami juga berharap ini bisa segera diimplementasikan supaya kita juga bisa melihat hasilnya dalam waktu dekat,” jelasnya
Terkait nilai penghapusan piutang, dirinya menyebutkan bahwa detailnya akan bergantung pada tindak lanjut masing-masing bank berdasarkan kriteria yang diatur dalam PP tersebut.
Baca Juga
“Itu yang masih ada perkiraan-perkiraan saja, tetapi nanti nilainya tentu kita lihat dari bagaimana masing-masing bank menindaklanjuti PP tadi dengan kriteria yang ada, dan kemudian baru kami dapat umpan balik mengenai hasil nilainya,”
Ketika ditanya mengenai potensi adanya aturan turunan dari kementerian lain, Mahendra menyatakan bahwa hal tersebut berada di luar wewenang OJK. Namun, dia menegaskan bahwa OJK telah siap mendukung pelaksanaan aturan ini tanpa perlu tambahan aturan, termasuk juknis.
“Dari segi OJK sudah siap, sudah cukup,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae juga menyatakan bahwa tiap butir yang tertuang dalam PP sudah jelas.
"Nah jadi saya kira paling proses yang membutuhkan waktu adalah bagaimana bank-bank itu kemudian mengidentifikasi. Semua UMKM-nya yang batasnya Rp500 juta tadi seperti apa, itu hanya persoalan-persoalan teknis,” ujarnya.
Dian menambahkan, tidak seharusnya ada kendala mendasar dari sisi perbankan dalam pelaksanaan kebijakan ini karena dasar hukum sudah jelas.
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan PP No.47/2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM pada Selasa (5/11/2024).
Berdasarkan Pasal 2, penghapusan piutang macet yang dimaksud mencakup bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN kepada UMKM dengan cara penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet; serta pemerintah kepada UMKM dengan cara penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang negara macet.
Ketentuan penghapusbukuan piutang macet meliputi piutang yang telah dilakukan upaya restrukturisasi maupun yang telah dilakukan upaya penagihan secara optimal, tetapi tetap tidak tertagih.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 6, hapus tagih terhadap piutang macet yang telah dihapus buku mencakup kredit atau pembiayaan UMKM yang merupakan program pemerintah yang sumber dananya dari bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN, yang sudah selesai programnya saat berlakunya PP tersebut.
Selain itu, mencakup pula kredit atau pembiayaan UMKM di luar program pemerintah yang penyalurannya menggunakan dana dari bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN yang bersangkutan.
Kredit atau pembiayaan UMKM akibat terjadinya bencana alam berupa gempa, likuifaksi, atau bencana alam lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah juga termasuk dalam cakupan penghapusan tagihan ini.
Namun demikian, berdasarkan Pasal 6 ayat (2), kredit yang termasuk dalam penjelasan di atas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per debitur atau nasabah;
b. telah dihapusbukukan minimal 5 (lima) tahun pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku;
c. bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit atau pembiayaan; dan
d. tidak terdapat Agunan kredit atau pembiayaan atau terdapat Agunan kredit atau pembiayaan namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau Agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman/ kewajiban nasabah.