Bisnis.com, JAKARTA — Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini tak lagi hanya menjadi alat bantu bagi bisnis, melainkan telah berkembang menjadi agen yang memiliki kemampuan pengambilan keputusan.
Menurut Muhammad Ariono Margiono, Associate Professor in Management di Binus University, EcoAI, sebagai penerapan AI berbasis keberlanjutan, memiliki potensi besar untuk mendukung operasional bisnis yang lebih ramah lingkungan sekaligus efisien.
“Kita berpikir Artificial Intelligence adalah tools, seperti kalkulator. Nah, mulai saat ini, mungkin saatnya kita mengubah cara pandang kita. Artificial Intelligence bukan tools karena dia punya kemampuan decision making. Ketika dia punya kemampuan decision making, dia adalah agent,” kata Ariono dalam acara AAJI Marketing & Communication Summit 2024 pada 21 November 2024 di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
Sebagai agent, AI dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam mendukung bisnis untuk mencapai tujuan-tujuan keberlanjutan. Hal ini relevan di tengah meningkatnya kebutuhan untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, Governance) ke dalam operasional perusahaan.
EcoAI memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan data secara efisien, baik untuk memetakan dampak lingkungan maupun mengoptimalkan proses bisnis. Ariono menjelaskan bahwa bagaimana AI digunakan bergantung pada pandangan perusahaan terhadap fungsi AI itu sendiri.
“Apakah sebagai companion, co-pilot, atau sebagai pihak yang menggantikan kita dalam proses pembuatan keputusan? Jangan sekali-kali lagi kita melihat Artificial Intelligence sebagai tools, tapi AI adalah agent yang bisa kita perlakukan sebagai companion atau malah bisa menjerumuskan kita kalau tidak tepat dalam penggunaannya,” tambahnya.
Baca Juga
Dalam konteks keberlanjutan, EcoAI dapat membantu perusahaan untuk:
1. Menganalisis Jejak Karbon: Memetakan penggunaan energi dan emisi karbon secara real-time.
2. Mengoptimalkan Supply Chain: Mengurangi pemborosan dengan analisis prediktif yang dapat memperkirakan kebutuhan secara akurat.
3. Memitigasi Risiko Lingkungan: Mengidentifikasi risiko terhadap lingkungan di area operasional perusahaan.
Peran AI di Industri Asuransi
Penerapan EcoAI juga telah dimulai di industri asuransi, khususnya dalam mendorong keberlanjutan dan efisiensi operasional. AI memungkinkan penghitungan premi yang lebih akurat, personalisasi produk, hingga pengelolaan investasi yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
“AI membantu dalam proses underwriting, klaim, hingga penyaringan data perusahaan untuk menilai keberlanjutan proyek sebelum investasi dilakukan. Selain itu, dengan data yang lengkap, risiko fraud dan inefisiensi juga dapat ditekan,” katanya.
Meskipun menawarkan berbagai manfaat, Ariono menekankan bahwa bisnis perlu berhati-hati dalam menerapkan teknologi ini. “Ada starting point yang harus kita mulai ketika bicara tentang AI. Teknologi ini memiliki potensi besar, tetapi juga berisiko jika penggunaannya tidak tepat,” tegasnya.
Ke depan, EcoAI berpotensi menjadi standar baru dalam operasional bisnis yang berkelanjutan, khususnya di era di mana tuntutan untuk mencapai net zero emissions semakin besar. Namun, untuk memastikan manfaatnya optimal, kolaborasi antara regulator, perusahaan, dan penyedia teknologi menjadi kunci utama keberhasilan.
Di sisi lain, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) berpendapat di tengah tantangan lingkungan seperti polusi udara yang kian parah dan perubahan iklim yang mendesak, perusahaan asuransi jiwa mulai beradaptasi dengan menerapkan teknologi EcoAI.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan inovasi ini memberikan peluang untuk menciptakan layanan yang lebih personal dan akurat bagi konsumen sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan.
Salah satu manfaat utama EcoAI adalah kemampuannya dalam membantu perusahaan asuransi jiwa menghitung premi secara lebih akurat dan mempersonalisasi produk berdasarkan kebutuhan nasabah.
“Dengan kondisi lingkungan yang semakin menurun seperti tingginya polusi udara hingga perubahan iklim, perusahaan asuransi jiwa mulai berinovasi dengan menerapkan EcoAI untuk membantu perhitungan premi yang lebih akurat dan personalisasi produk,” kata Togar kepada Bisnis pada Selasa (3/12/2024).
Selain itu, implementasi EcoAI juga sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 51 tahun 2017, yang mendorong perusahaan asuransi untuk menyaring data dan menilai keberlanjutan proyek sebelum melakukan investasi. Langkah ini mendukung target net zero emissions pada 2050.
“Penerapan EcoAI dapat meningkatkan efisiensi untuk underwriting, klaim, dan investasi dengan cepat dan akurat,” tambahnya.
Di sisi lain, inovasi teknologi ini diharapkan menarik perhatian generasi muda yang peduli terhadap isu lingkungan. Togar juga menyoroti bahwa beberapa perusahaan asuransi jiwa sudah menggunakan aplikasi digital untuk memberikan layanan informasi dan pengelolaan portofolio produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked. Meski demikian, optimalisasi teknologi seperti AI, blockchain, dan robo advisory masih dalam tahap pengembangan.
“Terkait produk unit linked, AAJI terus mendorong pemanfaatan teknologi untuk mengedukasi masyarakat tentang produk ini,” kata Togar.