Bisnis.com, JAKARTA - Para pensiunan pekerja di Indonesia saat ini belum menikmati manfaat pensiun yang mereka dapat secara optimal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, replacement ratio atau rasio manfaat pensiun tahunan terhadap gaji terakhir pekerja masih berkisar 15%-20%, jauh di bawah rekomendasi dari Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organization (ILO).
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Djonieri mengatakan salah satu upaya OJK untuk mendorong pensiunan mendapatkan rasio pengembalian lebih besar adalah melalui Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2024 tentang Perizinan dan Kelembagaan Dana Pensiun.
Salah satu ketentuan dalam beleid tersebut adalah manajer investasi dapat mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dengan syarat memiliki dana kelolaan atau asset under management (AUM) minimal sebesar Rp25 triliun dalam tiga tahun terakhir pada saat mengajukan perizinan.
"Dampaknya pada ekosistem dana pensiun di Indonesia diperkirakan signifikan. Masuknya manajer investasi sebagai pendiri DPLK dapat meningkatkan total aset dana pensiun, memperluas partisipasi pekerja, dan mendorong literasi keuangan masyarakat," kata Djonieri kepada Bisnis, Rabu (8/1/2025).
Djonieri mengatakan OJK berharap melalui regulasi ini juga dapat memperluas akses masyarakat terhadap dana pensiun dan meningkatkan kepercayaan masyarakat atas tata kelola pengelolaan dana pensiun sehingga medorong masyarakat untuk meningkatkan iuran pensiunnya pada DPLK.
Baca Juga
"Ini pada akhirnya dapat meningkatkan replacement ratio Indonesia yang masih rendah berkisar antara 15% hingga 20% menuju standard minimal yang direkomendasikan oleh ILO, yaitu sebesar 40% dari pendapatan terakhir sebelum pensiun," ujarnya.
Namun target tersebut bukan menjadi hal gampang. Djonieri mengakui OJK juga melihat sejumlah tantangan bagi manajer investasi yang ingin mendirikan DPLK. Menurutnya, tantangan utamanya adalah kesiapan infrastruktur operasional, teknologi dan sumber daya manusia yang harus memenuhi standard pengelolaan jangka panjang.
Menurutnya regulasi terkait dana pensiun yang ketat seperti aspek kelembagaan, investasi, iuran dan manfaat pensiun juga menuntut manajer investasi untuk memiliki tata kelola dan manajemen risiko yang baik. Selain itu, rendahnya literasi masyarakat terhadap pentingnya dana pensiun menjadi hambatan untuk menarik lebih banyak peserta.
"Namun, peluang dan potensi pendirian DPLK juga besar. Pasar dana pensiun di Indonesia masih memiliki penetrasi rendah, memberikan ruang bagi manajer investasi untuk menjangkau lebih banyak peserta, termasuk pekerja di sektor informal," kata Djonieri.
Selain itu, Djonieri mengatakan bahwa diversifikasi usaha memungkinkan manajer investasi memperoleh pendapatan baru dengan menjadi penyedia solusi pensiun. Inovasi produk pensiun, seperti pengelolaan investasi dana pensiun berbasis Environmental, Social, Governance (ESG) menurutnya akan menjadi peluang bagi manajer investasi untuk menarik peserta baru yang peduli pada investasi berkelanjutan.
"Kehadiran manajer investasi juga dapat meningkatkan kompetisi, memacu inovasi, dan meningkatkan kualitas layanan di industri dana pensiun," pungkasnya.