Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menilai tren penurunan laba industri pembiayaan atau multifinance per Oktober 2024 seiring peningkatan pencadangan sesuai standar akuntansi keuangan.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiranto mengatakan salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan laba adalah kebijakan perusahaan dalam meningkatkan pencadangan atas kredit bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) sesuai dengan standar PSAK 71.
“Yang pasti kenapa dia [laba] turun? Karena dia [perusahaan multifinance] sudah harus berhati-hati terhadap pencadangan kredit bermasalah atau macam provisi karena sesuai dengan PSAK 71,” kata Suwandi usai acara “Seminar Nasional Arah Kebijakan OJK 2025 dan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Baru yang diselenggarakan APPI” di Jakarta beberapa waktu lalu (4/1/2025).
Dia menegaskan bahwa meskipun terjadi penurunan laba, hal tersebut bukan indikator utama dalam menilai kondisi industri multifinance secara keseluruhan.
“Minus atau plus itu tidak menjadi satu barometer. Yang penting adalah perusahaan itu mungkin kurang mencetak laba, tapi masih laba,” katanya.
Suwandi pun tetap optimistis bahwa industri multifinance masih mampu mencatatkan laba pada 2025, meskipun belum bisa dipastikan apakah pertumbuhannya akan signifikan. Selain itu, Suwandi juga menyoroti langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan banyak perusahaan pembiayaan untuk menekan lonjakan NPF dan menjaga kualitas kredit tetap stabil.
Baca Juga
“Saya melihat banyak perusahaan sudah melakukan perbaikan supaya tidak terus meningkat. Nah, sekarang kan sebenarnya kualitas sudah semakin membaik. Saya pikir tadi 2,7% tutup Desember, ya, turun 0,01 tapi masih bisa bertahan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengelola keuangan dan membayar kewajiban tepat waktu agar stabilitas industri pembiayaan tetap terjaga.
“Yang penting buat kami, kami tidak mementingkan jaminan itu ditarik, tapi yang kami pentingkan adalah pembayarannya ada terus,” tegasnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa laba bersih perusahaan multifinance setelah pajak turun 3,53% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp18,72 triliun per Oktober 2024, dari Rp19,41 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan laba ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan beban perusahaan yang mencapai Rp90,18 triliun, meningkat 17,27% yoy dari Rp76,9 triliun. Beban operasional mengalami lonjakan signifikan menjadi Rp89,11 triliun, naik 16,77% yoy dari Rp76,25 triliun per Oktober 2023.
Sementara itu, dari sisi pendapatan, perusahaan multifinance mencatatkan total pendapatan Rp114 triliun, meningkat 12,57% yoy dari Rp101,3 triliun pada tahun sebelumnya.
Dalam hal pembiayaan, pembiayaan multiguna tetap menjadi segmen utama dengan nilai Rp50,19 triliun, tumbuh 7,55% yoy dari Rp46,67 triliun pada Oktober 2023. Pembiayaan investasi juga mencatatkan pertumbuhan 18,4% yoy menjadi Rp24,62 triliun, sementara pembiayaan modal kerja naik 4,64% yoy menjadi Rp7,74 triliun.
Selain itu, pembiayaan syariah menunjukkan pertumbuhan signifikan, mencapai Rp7,8 triliun, meningkat 59,12% dari Rp4,9 triliun pada Oktober 2023.