Bisnis.com, JAKARTA — PT Super Bank Indonesia (Superbank) dikabarkan berencana mencatatkan penawaran saham perdana ke publik (initial public offering/IPO). Namun, bank digital hasil kerja sama antara Grab dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) ini masih membukukan rugi.
Berdasarkan laporan keuangan, Superbank membukukan kerugian sebesar Rp285,74 miliar per kuartal III/2024. Kerugian bank bahkan naik 12,17% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp254,74 miliar.
Superbank sebenarnya mencatatkan lonjakan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII), naik 99,56% yoy menjadi Rp399,01 miliar per September 2024. Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) pun naik 100 basis poin menjadi 7,81% dari 6,81%.
Namun, perseroan mencatatkan beban penurunan nilai aset keuangan atau impairment yang membengkak 78,52% yoy, menjadi Rp75,39 miliar per September 2024. Superbank juga mencatatkan sejumlah kenaikan di pos beban, termasuk beban tenaga kerja yang naik 13,9% yoy menjadi Rp321,9 miliar dan beban lainnya yang membengkak 65,01% yoy menjadi Rp239,47 miliar.
Presiden Direktur Superbank, Tigor M. Siahaan mengatakan kerugian yang dicatat bank sejauh ini terjadi seiring dengan upaya pengembangan platform. Setelah pengembangan platform, kinerja keuntungan pun menurutnya akan semakin baik.
"Progresnya baik, karena memang selama dua tahun pertama ini pengembangan teknologi platform, people, dan lain sebagainya, serta belum ada launching. Nah, setelah launching ini progresnya cukup baik, traction nasabah baik. Mudah-mudahan bisa menuju ke profit," kata Tigor pada beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Adapun, terkait kabar IPO, ia menjelaskan bahwa saat ini fokus utama perusahaan adalah memperkuat ekosistem digital dan pendalaman layanan kepada nasabah.
"Kami sekarang konsentrasi karena tahun lalu, Juni 2024 itu traction ekosistem baik, kami masih fokus ke sana," ujar Tigor
Superbank pun menjalankan integrasi produk ekosistem terkait pemiliknya seperti Grab dan OVO. "Jadi, kami prioritas kembangkan dulu produk-produk kami," tuturnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengungkap belum ada bank digital yang mengajukan IPO atau meminta izin untuk melakukannya. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa kemungkinan bank digital masih dalam tahap persiapan.
“Ya, sebetulnya bisa dikatakan belum [untuk bank digital]. BPR juga belum. Mungkin mereka masih juga sedang melakukan persiapan,” kata Dian ditemui disela acara CEO Forum 2025 yang digelar Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) di Jakarta, pada bulan lalu (22/1/2025).
Dia menyebut bahwa banyak pihak yang menantikan bank digital melantai di bursa, tetapi OJK ingin memastikan proses IPO dilakukan oleh institusi yang benar-benar kredibel dan terpercaya. “Sehingga bisa betul-betul bisa memberikan keuntungan kepada investor, kira-kira begitu,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Superbank dikabarkan berencana IPO pada tahun ini. Dilansir dari Bloomberg, sumber yang mengetahu rencana tersebut mengatakan Superbank sedang mempertimbangkan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengincar dana penjualan saham potensial senilai US$200 juta hingga US$300 juta atau Rp3,25 triliun hingga Rp4,88 triliun (kurs Rp16.270 per dolar AS).
Selain itu, Superbank dikabarkan mengincar valuasi senilai US$1,5 miliar hingga US$2 miliar dalam pencatatan saham perdananya nanti. Adapun, saat ini, rencana IPO Superbank dikabarkan masih dalam tahap awal dan belum menghasilkan keputusan.
Superbank merupakan bank digital yang sebelumnya bernama PT Bank Fama International. Kemudian, Bank Fama bertransformasi menjadi bank digital dan berganti nama menjadi Superbank seiring masuknya Emtek.
Berdasarkan laman resminya, saat ini pemegang saham terbesar Superbank adalah Emtek melalui PT Elang Media Visitama dengan porsi saham 31,27%.
Selain Emtek, Singtel Alpha Investments Pte. Ltd. juga menjadi pemilik saham Superbank dan menggenggam 20,56% porsi kepemilikan.
Kemudian, Grab melalui PT Kudo Teknologi Indonesia menggenggam 19,26% porsi saham di Superbank dan AS-DB Holdings Pte. Ltd. menggenggam 11,58% porsi saham. Selain itu, bank digital asal Korea Selatan, KakaoBank Corp memegang 10% saham Superbank.