Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kala Para Lansia Terjerat Utang Digital

Kelompok usia di atas 50 tahun mencatatkan kredit macet produk paylater dan P2P lending dengan nominal dan pertumbuhan tinggi.
Pernita Hestin Untari,Akbar Maulana al Ishaqi
Kamis, 24 April 2025 | 08:30
Ilustrasi sistem pembayaran dengan metode Paylater/Freepik
Ilustrasi sistem pembayaran dengan metode Paylater/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Pada usia senja biasanya manusia berharap dapat menikmati masa tua dengan tenang usai bekerja keras pada usia produktif. Namun, data baru-baru ini menunjukkan kelompok usia lanjut (lansia) di Indonesia banyak terjerat utang digital, seperti paylater dan P2P lending.

Pefindo Biro Kredit (IdScore) mencatat bahwa generasi baby boomers atau masyarakat berusia 55 tahun ke atas menjadi kelompok usia dengan kontribusi tertinggi terhadap kredit macet atau nonperforming loan (NPL) paylater atau buy now pay later (BNPL).

Direktur Utama IdScore Tan Glant Saputrahadi mengatakan rendahnya literasi digital di kalangan kelompok usia ini dinilai menjadi salah satu penyebab utama.

“Usia dengan penyumbang kredit macet tertinggi adalah usia yang masuk di generasi baby boomers [55 tahun]. Salah satu alasannya, generasi baby boomers cenderung kurang akrab dengan teknologi digital,” kata Tan Glant kepada Bisnis pada Rabu (23/4/2025).

Tan Glant mengatakan rendahnya literasi tersebut terutama dalam hal seperti aplikasi mobile banking atau fintech, penggunaan e-wallet atau paylater, sistem pembayaran otomatis, pemantauan histori kredit atau skor kredit online.

Akibatnya, lanjut dia, mereka kurang memantau dan mengelola pinjaman mereka secara real-time, sehingga potensi gagal bayar meningkat.

Pernyataan tersebut sejalan dengan tren pertumbuhan pesat layanan BNPL atau paylater di Indonesia yang kini banyak digunakan oleh berbagai lapisan usia. Berdasarkan data IdScore, total debitur BNPL per Februari 2025 tercatat mencapai 17,26 juta debitur, meningkat 25,53% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/YoY).

Secara nominal, penyaluran kredit BNPL pada Februari 2025 mencapai Rp36,24 triliun atau tumbuh 27,65% YoY. Rata-rata plafon BNPL per bulan tercatat sebesar Rp994 ribu.

Sementara itu, rasio kredit macet BNPL atau nonperforming financing (NPF) per Februari 2025 tercatat sebesar 4,05%, membaik 0,19% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, berdasarkan data historis IdScore, tren NPL biasanya meningkat pada dua bulan setelah momentum Ramadan.

Tak hanya paylater, berdasarkan data OJK, pertumbuhan kredit macet perseorangan pinjaman online atau pinjaman daring (P2P lending) sepanjang 2024 paling besar terjadi pada penerima pinjaman berusia di atas 54 tahun.

OJK mencatat bahwa outstanding pinjaman macet P2P lending lebih dari 90 hari per Desember 2024 dari peminjam perseorangan mencapai Rp1,50 triliun atau mencapai 75% dari total pinjaman macet. Angka tersebut tumbuh 15% secara tahunan YoY.

Dari jumlah pinjaman macet perseorangan sepanjang 2024, pinjaman macet dari peminjam berusia di atas 54 tahun mengalami lonjakan paling tinggi, yakni tumbuh 104% YoY menjadi Rp94,87 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti FEB UNS & Center Of Reform On Economics (Core) Indonesia Etikah Karyani menilai pensiunan di Indonesia belum memiliki jaring pengaman ekonomi yang memadai.

"Lansia yang idealnya berada dalam fase perlindungan sosial justru kembali masuk ke lingkaran utang konsumtif tanpa jaring pengaman memadai," ujarnya.

Kurang optimalnya perlindungan program dana pensiun ini diakui oleh Asosias Dana Pensiun Indonesia (ADPI). Bambang Sri Muljadi, Staf Ahli Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), mengakui saat ini banyak para pensiunan yang penghasilan pensiunnya memang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu karena kecilnya PhDP atau penghasilan dasar pensiun sehingga manfaat pensiun yang diterima juga kecil.

Kondisi itu diperparah dengan meminjam pinjaman online menjadi budaya bagi pensiunan karena adanya kemudahan mendapatkan dana secara cepat dengan syarat mudah, walaupun dengan bunga yang sangat tinggi. Solusi instan tersebut menurutnya justru seringkali menjadi masalah baru.

"Hal inilah yang menyebabkan macet. Karena dalam memberikan pinjaman online ini tidak mempertimbangkan risiko yang melekat pada para pensiunan. Solusi yang baik adalah dengan membatasi pinjaman online pada para pensiunan dengan cara literasi keuangan," kata Bambang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper