Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan asuransi jiwa, PT Asuransi Allianz Life Indonesia atau Allianz Life berharap implementasi skema pembagian risiko atau co-payment asuransi kesehatan dapat meredam lonjakan harga premi asuransi kesehatan.
Direktur Legal & Compliance Allianz Life Indonesia Hasinah Jusuf mengatakan penyesuaian harga premi asuransi kesehatan memang akan tetap ada selama inflasi medis belum melandai.
Adapun dalam dua tahun terakhir, dalam catatan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) perusahaan-perusahaan asuransi jiwa telah menaikkan premi asuransi kesehatan mereka sebesar 30% hingga 100%.
"Kalau ada co-payment ini repricing tetap ada, tapi akan jauh lebih kecil dibanding itu [kenaikan sekarang]. Karena kita menghindari repricing juga tidak mungkin karena inflasi juga," kata Hasinah saat ditemui usai media gathering AAJI, dikutip Minggu (29/6/2025).
Hasinah menegaskan skema co-payment yang mulai berlaku 1 Januari 2026 akan membantu semua pihak, baik perusahaan asuransi jiwa maupun nasabah asuransi. Alasannya, klaim kesehatan akan terkendali sementara nasabah asuransi juga akan diringankan dengan premi asuransi kesehatan yang diharapkan bisa semakin murah.
Bila dibandingkan, Hasinah mengatakan premi produk asuransi kesehatan yang memuat skema co-payment pasti lebih murah dibanding premi produk asuransi kesehatan tanpa co-payment.
Baca Juga
"Tapi berapa persennya [selisih] itu tergantung produknya. Jadi makanya kenapa ada kisarannya, ada yang 5-10% [lebih murah], ada yang mungkin 3-5%. Jadi tidak ada patokan, tapi yang pasti secara rata-rata itu demikian," tegasnya.
Bagi Allianz Life sendiri, Hasinah mengatakan perusahaannya dalam satu tahun terakhir sudah merilis produk asuransi deductible yang mirip dengan co-payment. Dalam produk ini, nasabah asuransi perlu membayar sejumlah uang sebelum perusahaan asuransi mulai menanggung biaya klaim. Ini adalah bagian dari risiko yang ditanggung sendiri oleh pemegang polis saat terjadi klaim.
"Jadi kalau ditanya apakah dengan diberlakukan co-payment untuk seluruh produk asuransi kesehatan itu akan membantu? Kalau melihat pengalaman dengan deductible, jawabannya iya. Pasti atau tidak? Kita akan lihat," tandasnya.
Hasinah mengatakan bahwa untuk memastikan apakah harga premi asuransi kesehatan bisa bisa terpangkas oleh skema co-payment, atau berapa besar presentase kenaikan premi yang bisa ditahan lewat skema co-payment, hal itu tidak semata tergantung oleh pihak perusahaan asuransi saja, namun kaitannya lebih luas mencakup pihak rumah sakit hingga infrastruktur yang mendukung skema co-payment.
Alasannya, selain pengaruh inflasi medis yang menyebabkan klaim kesehatan melonjak yang kemudian diikuti penyesuaian premi asuransi kesehatan, faktor lain yang memiliki andil adalah adanya overt reatment kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit sehingga klaim kesehatan semakin tinggi.
Untuk mengatasi hal itu, di dalam regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur co-payment juga tertuang aturan bahwa perusahaan asuransi juga wajib memiliki atau menunjuk Medical Advisory Board (MAB) yang berwewenang memberikan rekomendasi atas klaim kesehatan yang terjadi.
"Jadi banyak [faktor], tidak hanya di perusahaan asuransi aja, jadi kita harus lihat. Diharapkan [co-payment] bener-bener membantu [mengatasi lonjakan harga premi]," pungkasnya.