Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menerbitkan tiga peraturan direktur terkait peningkatan mutu layanan dan efektivitas pembiayaan per 25 Juli.
Ketiga beleid itu adalah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.3/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No.5/ 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Terbit kegita peraturan ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan. Khususnya Undang-undang No.40/ 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam Pasal 24 ayat (3) UU SJSN disebutkan, BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan, efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.
Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Nopi Hidayat mengatakan, penerbitan tiga peraturan ini untuk memastikan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memperoleh manfaat pelayanan kesehatan bermutu, efektif, efisien. Di samping itu, tetap memperhatikan keberlangsungan Program JKN-KIS.
Selain itu, sambung Nopi, hal ini juga dilakukan sebagai tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri awal 2018 yang membahas tentang sustainibilitas Program JKN-KIS. “[Hasil rapat itu] BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip Bisnis.com, Kamis (26/7/2018).
Baca Juga
Soal efektivitas pembiayaan tersebut, Nopi menjelaskan, sesuai dengan kutipan penjelasan atas UU No.40/ 2004, Pasal 22, luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS. “Hal ini diperlukan untuk kehati-hatian.”
Dalam menjalankan fungsinya, lanjutnya, BPJS Kesehatan juga telah berkomunikasi dengan berbagai para pemangku kepentingan. a.l. Kementerian Kesehatan, Asosiasi Profesi dan Fasilitas Kesehatan, Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya, Dewan Pertimbangan Medis (DPM), dan Dewan Pertimbangan Klinis (DPK).
Kemudian pada tingkat daerah BPJS Kesehatan menosialisasi kepada Dinas Kesehatan, fasilitas kesehatan, dan asosiasi setempat.
Nopi mengingatkan, implementasi tiga peraturan ini bukan bertujuan membatasi pelayanan kesehatan kepada peserta JKN-KIS. Namun, penjaminan pembiayaan BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan saat ini.
“BPJS Kesehatan akan tetap memastikan bahwa Peserta JKN-KIS mendapat jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan. BPJS Kesehatan juga terus melakukan koordinasi dengan faskes dan dinas kesehatan agar dalam implementasi peraturan ini dapat berjalan seperti yang diharapkan,” ujar Nopi.
Hingga 20 Juli 2018, tercatat sebanyak 199.820.183 jiwa penduduk di Indonesia terkover dalam program JKN-KIS.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan kesehatan telah bekerja sama dengan 22.322 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Terdiri atas 9.882 puskesmas, 5.025 dokter praktik perorangan, 5.518 klinik non rawat inap, 668 klinik rawat inap, 21 rumah sakit kelas D pratama, serta 1.208 dokter gigi.
Sementara itu di tingkat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTRL), BPJS Kesehatan bermitra dengan 2.406 RS dan klinik utama, 1.599 apotik, dan 1.078 optik.