Bisnis.com, JAKARTA – Neraca transaksi berjalan mengalami defisit sebesar US$9,8 miliar pada triwulan II, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat US$5,8 miliar.
Defisit transaksi berjalan pada triwulan II mencapai 4,4% dari produk domestik bruto (PDB), melebar dari triwulan sebelumnya 2,6%, akibat menyusutnya surplus neraca perdagangan nonmigas serta melebarnya defisit neraca jasa dan pendapatan.
Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan surplus neraca perdagangan nonmigas menyusut karena impor, khususnya bahan baku dan barang konsumsi. Impor meningkat sehubungan dengan konsumsi domestik pada triwulan II yang secara historis memang selalu lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya.
Di sisi lain, lanjutnya, perbaikan kinerja ekspor nonmigas tertahan oleh harga komoditas di pasar internasional yang masih cenderung menurun akibat perekonomian China yang melambat.
“Defisit neraca jasa melebar akibat meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang seiring dengan kenaikan impor serta meningkatnya perjalanan masyarakat ke luar negeri selama musim liburan sekolah,” ujarnya.
Dalam periode yang sama, tuturnya, defisit neraca pendapatan juga melebar mengikuti jadwal pembayaran bunga utang luar negeri dan transfer keuntungan kepada investor asing. “Sementara itu, neraca perdagangan migas masih defisit tetapi berkurang dibandingkan triwulan sebelumnya,” jelasnya.
Defisit transaksi berjalan berkontribusi terhadap defisit Neraca Pembayaran Indonesia yang mencapai US$2,5 miliar. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatatkan surplus US$8,2 miliar.