Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BISNIS INDONESIA AWARD 2014: Profil Nominee Sektor Pertanian

Harian Bisnis Indonesia hari ini menggelar Bisnis Indonesia Award (BI Award) sebagai ajang pemberian penghargaan tahunan kepada perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan perusahaan pendukung lain di pasar finansial. Berikut ini daftar nominee Bisnis Indonesia Award 2014 di sektor pertanian.
  Kegiatan Bisnis Indonesia Award.  / Bisnis.com
Kegiatan Bisnis Indonesia Award. / Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA-- Harian Bisnis Indonesia hari ini menggelar Bisnis Indonesia Award (BI Award) sebagai ajang pemberian penghargaan tahunan kepada perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan perusahaan pendukung lain di pasar finansial.

Berikut ini daftar nominee Bisnis Indonesia Award 2014 untuk sektor pertanian:

SEKTOR PERTANIAN

PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA)

PT Jaya Agra Wattie Tbk (JAWA) adalah salah satu perusahaan perkebunan tertua di Indonesia, yang sudah berdiri sejak 1921 dengan nama Handel Maatschapij. Sejak 1987, Soedarjo dan Hadi Surya bertindak sebagai pemegang saham pengendali.
JAWA, yang dinakhodai Harijadi Soedarjo, saat ini mengelola sekitar 13.268 hektare perkebunan kelapa sawit dengan usia produktif dan 5.820 hektare lahan belum menghasilkan. Sementara itu, total kebun karet yang telah memasuki usia produksi sebesar 6.475 hektare, ditambah 6.940 hektare tanaman karet belum menghasilkan.
Kapasitas produksi karet perseroan mencapai lebih dari 9.000 mertrik ton per tahun dan 32.000 metrik ton untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Selain itu, Jaya Agra juga memproduksi bahan-bahan komoditi lainnya seperti kopi dan teh. Produksi kopi lebih dari 100 ton per tahun, dan produksi teh kurang lebih mencapai 3.000 ton per tahun.
Perseroan pernah meraih penghargaan dari majalah Forbes Asia sebagai salah satu perusahaan terbaik dari 200 perusahaan terbaik di Asia dengan aset dibawah US$1 miliar.
Pada tahun ini perseroan menargetkan pertumbuhan laba bersih hingga 56% menjadi Rp106 miliar ,dari tahun sebelumnya Rp68 miliar.
Sementara itu, hingga kuartal I/2014, laba bersih JAWA tercatat Rp30,34 miliar, tumbuh 9,73% bila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya Rp27,65 miliar.
Adapun pendapatan mengalami kenaikan menjadi Rp214,74 miliar, dari sebelumnya Rp164,90 miliar. Beban pokok perseroan mengalami kenaikan dari Rp110,01 miliar menjadi Rp159,30 miliar, dan beban usaha dan lainnya mengalami penurunan dari Rp18,37 miliar menjadi Rp16,58 miliar.
Direktur Keuangan perseroan Bambang S. Ibrahim mengatakan perseroan tengah merampungkan pembangunan 1 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) berkapasitas 45 ton tandan buah segar (TBS) per jam di Kalimantan Selatan.
 Selain itu, pada tahun ini JAWA juga berniat membangun pabrik karet lembaran yang dimulai akhir tahun ini. Pabrik tersebug berkapasitas 150 kg per jam dan terletak di wilayah Lebak, Banten.
 Perseroan menargetkan untuk menambah lahan tertanamnya dengan rincian lahan kelapa sawit seluas 1.652 hektar dan lahan karet seluas 3.500 hektar.
Masih soal lahan, JAWA juga bakal berekspansi dengan menambah lahan baru sekitar 30.000 hektar di Kalimantan Timur dan Sulawesi.
 Tahun ini perseroan menargetkan pertumbuhan produksi karet sebesar 81% menjadi 24.000 ton dari tahun 2013 sebesar 13.257 ton.
Sementara untuk produksi TBS dipatok naik 36,37% menjadi 249.000 ton dari 182.579 ton. Hingga kuartal I/2014 produksi karet perseroan mencapai 4.000 ton sementara produksi TBS tercatat sebesar 3.700 ton.




PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT)

PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) berdiri pada 16 April 1993 dengan nama PT Austindo Teguh Jaya.
Bidang usaha ANJT, yang dinakhodai oleh Suwito Anggoro, ini adalah perdagangan dan jasa umum. ANJT juga merupakan induk dari entitas anak dan asosiasi yang beroperasi dalam industri agribisnis yaitu perkebunan kelapa sawit, pengolahan sagu dan tembakau serta energi terbarukan.
Pada 2013, laba bersih perseroan tercatat US$21,9 juta, turun 48% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Istini Tatiek Siddharta, Direktur External Affair mengatakan penurunan laba bersih perusahaan milik keluarga Tahija ini diakibatkan oleh penurunan harga jual minyak kelapa sawit (CPO) dan volume produksi. Volume produksi CPO ANJT mengalami penurunan produksi Tandan Buah Segar (TBS) di perkebunan Binaga dan Belitung.
“Tapi di kuartal I/2014, laba bersih kami senilai U$3,8 juta atau sama jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu,” lanjut Istini dalam rilis (8/5).
Laba bersih ANJT didukung penurunan biaya serta kenaikan harga jual rata-rata CPO sebesar 11% menjadi U$744 ton. Sebelumnya pada 2013, harga jual rata-rata CPO turun ke titik terendah sampai U$689.
Pada 2014 ini, ANJT menargetkan adanya penambahan area tanam baru sebesar 6.500 ha. Sementara sepanjang kuartal I/2014  total area yang tertanam seluas 44.261 ha dengan total area uamh sudah menghasilkan seluas 31.954 ha.
ANJT pun mengalokasikan belanja modal (Capital Expenditure) sebesar U$80 Juta yang digunakan antara lain untuk pembiayaan pembangunan pabrik kelapa sawit dan infrastruktur di perkebunan Kalimantan Barat. Selain itu, pengembangan proyek kelapa sawit di Sumatera Selatan dan Papua barat juga masuk dalam alokasi Capex emiten agrikultur ini.


PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP)

Perseroan yang dikomandoi oleh Susanti Hidayat ini, seperti dikutip dari Wikipedia, sebelumnya bernama PT. Inti Kapuas Arowana Tbk dan merupakan satu-satunya emiten yang bergerak di bidang penangkaran dan perdagangan ikan hias, khususnya arowana.
Kegiatan penangkaran ikan arowana dilakukan oleh anak perusahaan, PT Istana Bahari. Di Jakarta, perusahaan ini memiliki outlet yang menyediakan layanan penyewaan dan perawatan ikan. Shelook RED adalah merek dagang ikan Arowana Super Red yang ditangkar oleh perseroan.
Berdasarkan laporan keuangannya, perseroan yang didirikan pada 16 Maret 1999 dengan nama PT Inti Indah Karya Plasindo ini bergerak di bidang perikanan, perdagangan, industri, dan perkebunan.
Pada kuartal I/2014, PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP) membukukan kenaikan rugi bersih 7,9% sepanjang 3 bulan pertama tahun ini. Kenaikan tersebut seiring dengan terjadinya penurunan pendapatan sejak Januari hingg Maret 2014.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2014, rugi bersih perseroan tercatat Rp3,55 miliar, naik dari Rp3,29 miliar pada kuartal I/2013.
Sementara itu, pendapatan perseroan tercatat turun 20,58% ke level Rp5,21 miliar dari Rp6,56 miliar.Beban pokok juga turun, tetapi tipis, 6,71% menjadi Rp7,09 miliar dari Rp7,6 miliar. Dengan demikian rugi kotor perseroan melonjak 81,73% menjadi Rp1,89 miliar dari Rp1,04 miliar.
Beban usaha perseroan tercatat turun 13,85% menjadi Rp2,24 miliar dari Rp2,6 miliar. Akibatnya rugi usaha naik 13,46% menjadi Rp4,13 miliar dari Rp3,64 miliar.


PT Bisi Internasional Tbk (BISI)

PT Bisi Internasional Tbk (BISI), yang didirikan pada 1983 oleh grup Charoen Phokphand, menggeluti sektor agrikultur, terutama bidang usaha bibit tanaman, baik jagung, padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan serta pestisida maupun penyubur tanaman.  
Perusahaan yang mulai melantai di bursa pada 2007 adalah rekanan strategis dari Monsanto di Indonesia.
BISI, yang sebelumnya bernama PT Benihinti Suburintani dan dikomandoi oleh Jemmy Eka Putra menargetkan pertumbuhan laba dan penjualan tahun ini masing-masing mencapai 25% dari laba bersih 2013 senilai Rp127,04 miliar dan penjualan Rp1,06 triliun.
Jemmy memproyeksikan pendapatan tahun ini akan banyak digenjot oleh penjualan benih jagung dengan komposisi sebesar 40% dari total penjualan. Adapun 35% berasal dari pestisida dan pupuk sedangkan 25% dari bibit sayuran.
Produk benih jagung BISI-18 menjadi andalan perseroan tahun 2014. Pasalnya sepanjang 2013 saja penjualannya naik 176% atau meningkat 1.000 ton. BISI juga punya 2 produk benih jagung baru yang siap diperkenalkan tahun ini, yaitu BISI-226 dan BISI-228.
Untuk mendukung pencapaian target, tahun 2014 perseroan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai Rp81,1 miliar atau melonjak 236,51% dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 24,1 miliar.
Dana itu seluruhnya berasal dari kas internal perusahaan. Sebagian besar capex atau sekitar Rp53 miliar diperuntukkan guna merampungkan pabrik pestisida perseroan di Mojokerto. Pabrik tersebut berkapasitas produksi 16.450 ton pestisida per tahun.
Jemmy menuturkan saat ini perseroan sudah menyelesaikan pembebasan lahan pabrik dan ditargetkan akan selesai dalam 12 bulan ke depan. "[Pabrik itu] akan berkontribusi untuk pendapatan 2015," katanya.
Adapun sepanjang kuartal I/2014 capex yang terserap sekitar Rp20 miliar.
Menurutnya, tantangan terbesar bagi perusahaan pada tahun ini adalah rupiah yang masih bergejolak. Pasalnya untuk memproduksi pestisida, BISI harus mengimpor sejumlah bahan baku. Soal kenaikan tarif listrik, perseroan tak terlalu risau mengingat tahun ini sumber energi bakal beralih total ke biomassa yang diproduksi sendiri.
Meski begitu, BISI tak menutup kemungkinan adanya kenaikan harga. "Kalau nilai rupiah permanen naik terpaksa melakukan adjustment," katanya. Namun, dia belum menyebutkan pasti persentase kenaikan tersebut.


PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP)

Sejarah PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum) dimulai pada 1906 dengan sebuah perkebunan kecil tembakau dan kopi dekat Medan, Sumatera bagian utara. Berawal dari perkebunan kecil, seperti dikutip di situs resmi perseroan, Lonsum kini memiliki lebih kurang 90.000 hektar perkebunan kelapa sawit, karet, teh dan kakao yang tertanam di empat pulau terbesar Indonesia.
Di awal berdirinya, perusahaan mendiversifikasikan tanamannya menjadi tanaman karet, teh dan kakao. Di awal Indonesia merdeka Lonsum lebih memfokuskan usahanya kepada tanaman karet, yang kemudian dirubah menjadi kelapa sawit di era 1980. Pada akhir dekade ini, kelapa sawit menggantikan karet sebagai komoditas utama Perseroan.
Lonsum memiliki 37 perkebunan inti dan 14 perkebunan plasma di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
Emiten dengan kode saham LSIP ini go public pada 1996 dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Pada Oktober 2007, Indofood Agri Resources Ltd (anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk) menjadi pemegang saham mayoritas Perseroan melalui anak perusahaannya di Indonesia, yaitu PT Salim Ivomas Pratama.
Sepanjang kuartal I/2014 perusahaan yang bernaung di bawah Grup Indofood dan dikomandoi oleh Benny Tjoeng tersebut berhasil membukukan kenaikan pendapatan sekitar 40% menjadi Rp1,28 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp912,08 miliar.
Kenaikan pendapatan dibarengi dengan pemangkasan di sejumlah elemen beban sehingga laba usaha perseroan melonjak sekitar 160% menjadi Rp301,90 miliar, dari Rp116,42 miliar di tahun sebelumnya.
Adapun laba bersih Lonsum turut melambung 122% dari Rp100,51 miliar menjadi Rp223,62 miliar. Sementara itu pada penutupan pasar pekan lalu, Jumat (16/5) saham LSIP tercatat menghijau 0,64% menjadi Rp2.360 per lembar.
Pada  kuartal I/2014 PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP) telah menyerap belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp200 miliar.
Investor Relation London Sumatra (Lonsum) Daniel Budiono mengatakan jumlah tersebut adalah bagian dari total capex tahun ini sebesar Rp800 miliar—Rp1 triliun. “Untuk perluasan targetnya 5.000 hektar,” katanya.
Selain penambahan lahan tertanam, kata Daniel, perseroan juga menggunakan capex untuk pembangunan infrastruktur, dan penanaman kembali (replanting). Adapun sepanjang kuartal I/2014 perseroan telah menanami 517 hektar.
Lahan tertanam baru itu terdiri atas penanaman baru kelapa sawit seluas 482 hektar dan replanting untuk lahan karet dan tanaman lain seluas 35 hektar. Mengutip laporan keuangan perseroan untuk kuartal I tahun ini luas tanaman menghasilkan perseroan tercatat naik.
Dibandingkan dengan akhir tahun lalu, luas lahan menghasilkan Lonsum naik menjadi 91.871 hektar dari 90.399 hektar.  Sementara itu luas lahan belum menghasilkan menurun menjadi 18.543 hektar dari akhir tahun lalu seluas 20.180 hektar.
Tahun ini perseroan menargetkan produksi, baik tandan buah segar (TBS) dan produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) tumbuh 5%—10% dari tahun lalu saat produksi CPO tercatat sebesar 440.999 ton.

PT Provident Agro Tbk (PALM)

PT Provident Agro Tbk (PALM), yang dipimpin oleh Tri Boewono berdiri pada 26 November 2006.
Pemegang saham mayoritas PALM adalah PT Saratoga Sentra Business (SSB) dan PT Provident Capital Indonesia, dengan masing-masing persentase kepemilikan sebesar 44,66% dan 44,66%. SSB dimiliki 99,99 oleh PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).
Berdasarkan anggaran dasar perusahaan yang mulai melantai di bursa pada Oktober 2012, kegiatan Provident mencakup bidang pertanian, perdagangan, industri, transportasi, dan jasa yang berhubungan dengan agroindustri.
Selama 3 bulan pertama tahun ini perseroan berhasil meraup laba bersih senilai Rp85,24 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya PALM masih menanggung rugi hingga Rp26,35 miliar.
Kini, PALM tengah membangun 2 pabrik kelapa sawit (PKS) dengan investasi senilai Rp375 miliar. Pabrik itu ditargetkan rampung pada 2015.
Kedua pabrik masing-masing berlokasi di Kalimantan Barat dan Sumatra Selatan. Perseroan membangun PKS di 2 tempat tersebut karena dekat dengan lokasi perkebunan sawitnya.
Apabila pabrik kelapa sawit tersebut rampung, kapasitas produksi perseroan diproyeksikan meningkat dari 105 ton tandan buah segar (TBS) per jam menjadi 195 ton TBS per jam. Saat ini perseroan memiliki 3 PKS yang berlokasi di Kalimantan Barat, Sumatra Barat, dan Riau.
Untuk mendukung kinerja perseroan, tahun ini PALM menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp500 miliar. Selain diperuntukkan untuk pembangunan pabrik, perseroan juga berencana menambah lahan tertanam seluas 3.500 hektar sepanjang 2014.
Selain itu, pada Maret ini, perseroan juga baru saja mengakuisisi dua perkebunan di Gorontalo seluas 18.000 hektare. Kebun tersebut rencananya baru mulai ditanami tahun depan. Untuk memiliki kebun itu perseroan merogoh kas internal hingga sekitar Rp123 miliar.
Pada tahun ini perseroan menargetkan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) naik 23% dari 81.000 ton menjadi 100.000 ton sepanjang tahun 2014. Adapun produksi TBS inti ditargetkan tumbuh 35% menjadi 350.000 ton.
Per kuartal I/2014 produksi CPO perseroan naik 21% menjadi 22.374 ton secara y-o-y dari 18.438 ton. Adapun volume produksi TBS inti menguat 39% dari 75.616 ton dari 54.400 ton.
Selama kuartal I/2014 harga CPO melambung 37% secara year-on-year (y-o-y). Pada kuartal I/2013 rerata harga tercatat pada level Rp6.454 per kilogram sedangkan tahun ini harganya tumbuh menjadi Rp8.836 per kilogram.


PT Dharma Samudera fishing Industries Tbk (DSFI)

PT Dharma Samudera fishing Industries Tbk (DSFI) merupakan perusahaan dengan bidang usaha yang terdiri dari pengambilan, pengolahan, penjualan serta pengelolaan usaha-usaha perdagangan hasil perikanan laut.
Pada awalnya PT DSFI merupakan perusahaan yang bergerak dalam pemasaran udang beku dengan nama CV Dharma Mulia yang didirikan pada 1969. Perusahaan yang sempat mengalami masa surut pada 1985 itu merupakan perusahaan keluarga yang didirikan oleh tiga bersaudara yaitu Ridwan Sutjiamidjaya, Irawan Sutjiamidjaya, dan Herman Sutjiamidjaya.
Pada 1988, CV Dharma Mulia mulai bangkit kembali untuk berproduksi seiring dengan adanya permintaan baru dari Mitsubishi Corporation Jepang untuk memasok tuna beku dan kakap beku.
Pada kuartal I/2014, penjualan emiten yang dinakhodai oleh Johannes Sarsito itu meningkat 21% menjadi senilai Rp104,62 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp82,63 miliar.
Sementara untuk laba bersih DSFI pada kuartal I tahun ini mencatatkan untung senilai Rp2,80 miliar atau meningkat 4,4% dari tahun sebelumnya pada periode yang sama senilai Rp2,68 miliar.
Rincian penjualan pada kuartal I tahun ini terdiri dari 1.400 ton yang diekspor dan 250 ton dijual ke pasar lokal.
DSFI mengandalkan produk tuna yang harga lebih tinggi dibandingkan produk perikanan lainnya. Saat ini harga jual Tuna di pasaran dunia mencapai U$8-9 per Kg.
Kini perseroan sedang menanti rencana kebijakan penurunan bea masuk Tuna untuk ekspor ke pasaran Uni Eropa yang masih di negosiasikan pemerintah.
Pada 2013, DSFI tercatat lebih banyak menjual produknya ke luar negeri sebesar 4.800 ton dan untuk dalam negeri hanya dijual 1.000 ton. Sebanyak 4.800 ton produk yang diekspor emiten ini menghasilkan penjualan senilai Rp330 miliar. Sementara, penjualan dalam negeri  sejumlah 1.000 ton berkontribusi masuk ke penjualan emiten ini sebesar Rp17 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Gajah Kusumo
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper