Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan resmi membuka masa penawaran sukuk tabungan seri ST-001. Varian baru dari surat berharga negara berbasis syariah ini dilempar dengan imbalan sebesar 6,9%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hadirnya varian baru ini merupakan upaya pemerintah untuk mengembangkan instrumen pembiayaan APBN sekaligus meningkatkan kapasitas pasar keuangan syariah di Tanah Air.
“Dari pemerintah, bagaimana mendiversifikasi instrumen menjadi sangat penting. Karena kita tidak akan terlalu tergantung kepada satu instumen, segmen, maupun pasar,” ujarnya saat membuka masa penawaran, Jumat (19/8/2016).
Dalam delapan tahun terakhir, lanjutnya, sukuk negara telah berkembang dengan total penerbitan Rp538,9 triliun dengan outstanding saat ini sekitar 14%. Menurutnya, angka ini memang masih kecil dari total market share di Indonesia, tapi menjadi langkah awal.
Secara global, pasar dan minat perkembangan instrumen syariah telah berkembang bukan hanya di negara yang mayoritas penduduknya islam. Nilai industri keuangan syariah diproyeksi mencapai US$3 triliun pada 2020, meningkat dari posisi saat ini sekitar US$1,8 triliun.
Indonesia, lanjutnya, memang harus menangkap sinyal positif dari global tersebut. Sukuk tabungan dinilai menjadi upaya diversifikasi instrument yang semakin menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
Sukuk tabungan seri ST-001 ini mulai ditawarkan pada 22 Agustus 2016 sampai dengan 2 September 2016. Sukuk ini memiliki jangka waktu dua tahun dengan imbal hasil tetap (fixed) sebesar 6,9% per tahun.
ST-001 tidak dapat diperdagangan di pasar sekunder (nontradeable) tapi memiliki fasilitas pencairan sebelum jatuh tempo (early redemption) pada akhir tahun pertama untuk minimal kepemilikan Rp4 juta. Adapun, maksimal pencairan sebesar 50% dari kepemilikan investor.
Jika dibandingkan dengan savings bond ritel (SBR) dan sukuk ritel (SR) yang sudah diterbitkan sebelumnya, imbal hasil yang dipatok dalam ST-001 merupakan posisi terendah. Namun, posisi terendah itu juga terjadi pada saat BI Rate juga rendah. Minimum pemesanannya pun juga terendah yakni Rp2 juta.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan varian sukuk ritel ini dikeluarkan sebagai salah satu pendukung keuangan inklusi sehingga dibuat lebih terjangkau.
“Fixed coupon 6,9% yang kami harapkan cukup menarik di periode dimana suku bunga pasar global dan domestik cenderung menurun,” katanya.
Pemerintah mematok target indikatif dari ST-001 ini senilai Rp2 triliun walaupun menurut survei agen penjual ada permintaan sekitar Rp3 triliun. Pasalnya, hingga saat ini belum ada pertimbangan untuk melakukan up size. “Kalau dapat Rp2 triliun pun kami gembira karena instrumen sangat baru, nontradeable, fixed rate,” imbuhnya.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Rudy Susanto mengatakan dalam penjajakan awal, persentase imbalan itu cukup menarik. Pihaknya mengestimasi akan mampu menjual sekitar Rp700 miliar untuk sukuk tabungan ST-001 ini.
“Untuk kali ini kita akan coba pasarin di kota-kota kecil. Kita sosialisasikan sampai di Palu sehingga bisa memperluas investor base kita,” tuturnya.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai imbal hasil itu sudah pasti cukup menarik karena tinggi apalagi jika dibandingkan dengan bond dengan tenor 10 tahun saat ini yang hanya sekitar 6,7%.
“Apalagi pajaknya cuma 15%. Taruh deposito pajaknya 20% bunganya enggak sampai segitu kecuali punya banyak uang,” ujarnya.
Namun demikian, sebagai sebuah strategi pembiayaan, menurut Lana, langkah ini berisiko mengambil likuditas dari sektor keuangan. Tidak hanya itu, langkah ini berpiotensi sulit untuk menurunkan suku bunga simpanan terlebih dalam jumlah banyak.
Apapun instrument investasi – dalam hal ini SBN – yang dikeluarkan pemerintah pasti laku karena pembayaran pokok dan imbalannya dijamin penuh oleh negara. Oleh karena itu, pemerintah diminta berhati-hati.