Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Permata Tbk. mulai percaya diri bakal membukukan kinerja positif seiring dengan penurunan rasio kredit bermasalah . Bank publik itu mengincar tutup buku 2020 dengan capaian laba sebesar Rp2 triliun.
Direktur Utama Bank Permata Ridha D.M. Wirakusumah optimistis pada tahun ini bank bisa mencetak laba bersih lebih dari Rp 1triliun. Per Juni 2019, laba bersih bank telah mencapai Rp719,4 miliar atau naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Mudah-mudahan kami bisa akselerasi [pertumbuhan]. Saat ini sudah di level sustain,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Seperti diketahui, emiten berkode BNLI ini melakukan konsolidasi internal untuk menyelesaikan sejumlah kredit bermasalah selama beberapa waktu terakhir.
Imbasnya laba bank bermodal inti Rp5 triliun hingga Rp30 triliun ini tertekan, bahkan pada 2016, bank mencetak rugi Rp6,5 triliun.
Berdasarkan laporan publikasi, sepanjang periode 2013--2018, bank terakhir mencetak laba lebih dari Rp1 triliun pada 2014. Perusahaan membukukan laba sebesar Rp1,59 triliun.
Kala itu pula bank terakhir membagikan dividen dalam lima tahun terakhir.
Kendati tahun ini diperkirakan mampu mencetak laba lebih dari Rp1 triliun, tetapi direksi menilai bank masih memiliki kebutuhan dana, sehingga belum akan membagikan dividen.
Direktur keuangan Bank Permata Lea Setianti Kusumawijaya mengatakan bahwa hal itu dengan mempertimbangkan posisi saldo laba ditahan.
Sementara itu, di tengah permaslahan kinerja, Bank Permata belakangan juga tengah dilanda isu divestasi saham satu pengendali. Standard Chartered yang berbagi rata 89,12% saham BNLI bersama PT Astra International Tbk. disebut-sebut hendak melepas kepemilikan.
Ridha enggan mengomentari hal tersebut. Menurutnya pemilik bank memiliki hak sepenuhnya untuk melakukan divestasi saham. “Saya tugasnya membereskan dan membuat bank ini makin cantik,” jelasnya.
Belakangan PT Bank Permata Tbk. santer dikabarkan menjadi bank asal Jepang dan Singapura. Mengutip sebuah riset yang dibublikasikan oleh Indopremier pekan lalu, Mizuho tengah mengincar 44,6% saham BNLI milik Standard Chartered.
Kemudian, mengutip situs Bloomberg, grup bank asal Singapura, OCBC mempertimbangkan membeli sekitar 90% saham Bank Permata senilai US$1,9 miliar, atau sekitar Rp27,09 triliun dengan asumsi kurs per Rp14.260.
Sebelumnya OCBC membeli Wing Hang Bank di Hong Kong sebesar US$5 miliar pada tahun 2014, dan pada tahun 2016 menggelontorkan US$227,5 juta untuk Barclays Plc di Singapura dan Hong Kong.
Masih dari sumber yang sama, spekulasi OCBC bersiap untuk ekpansi anorganik adalah pembagian dividen yang tergolong kecil dibandingkan dengan bank Singapura lainnya. Bank beralasan karena membutuhkan posisi permodalan yang kuat untuk menangkap peluang pasar.
Direktur Astra Internasional Suparno Djasmin enggan mengomentari hal tersebut. “Saya tidak mau berkomentar mengenai hal itu,” katanya.
Dia hanya menjelaskan bahwa saat ini kondisi Bank Permata telah melalui masa-masa sulit. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bank yang sempat melonjak hingga 8,8% telah ditekan menjadi kurang dari 5%.