Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia menilai pertumbuhan kredit melambat akibat permintaan yang turun, karena korporasi masih wait and see dan mengandalkan sumber pendanaan dari laba ditahan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pembiayaan ekonomi baik kredit maupun pasar modal dan utang luar negeri ada faktor penawaran dan permintaan. Dia menyatakan, penawaran kredit berdasarkan cara bank menyediakan dana untuk penyaluran kredit.
“Alasan kredit belum meningkat secara pesat karena didorong oleh belum kuatnya permintaan kredit dari sisi korporasi,” ujar Perry di Bank Indonesia, Kamis (21/11/2019).
Perry menyatakan, berdasarkan hasil surveinya, 53% perusahaan belum merencanakan investasi. Hanya 47% dari korporasi yang sudah merencanakan investasi dan menyertakan permintaan kredit ke perbankan untuk sumber pendanaan. Alhasil 55% korporasi mengandalkan sumber dana internal korporasi yaitu laba ditahan.
Perlambatan kredit juga dipicu oleh aktivitas impor barang modal dan barang bahan baku yang menurun, sesuai hasil neraca dagang Oktober 2019. Perry menilai, penurunan impor bahan baku mengindikasikan aktivitas produksi dari korporasi belum meningkat pesat.
“Korporasi masih menahan prospek ekonomi ke depan, confident ekonomi seperti apa tumbuhnya karena ini akan menentukan kalau menahan produksi dan investasi, seberapa besar tingkat hasilnya,” ungkapnya.
Ada beberapa faktor yang berpengaruh untuk pertumbuhan kredit. Pertama, terkait dengan prospek ekonomi ke depan jika diproyeksikan bagus, bank akan banyak menyalurkan kredit. Kedua, suku bunga acuan yang turun maka bank akan berkesempatan menambah suplai.
Ketiga, faktor regulasi dari bank dan OJK maupun makroprudensial likuiditas. Keempat, faktor lain adalah besarnya likuiditas dan persepsi risiko yang dialami perbankan termasuk standar penyaluran kredit.
Kelima, semua faktor penawaran jika kondusif, likuditas cukup, suku bunga turun, pengaturan di relaksasi, lending standar itu juga mengendor maka bank untuk siap menyalurkan kredit.
Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, November 2019 Bank Indonesia menyatakan, stabilitas sistem keuangan terjaga tercermin dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan September 2019 yang tinggi yakni 23,19%, dan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang tetap rendah yakni 2,66% (gross) atau 1,18% (net).
Bank Indonesia menyatakan kinerja korporasi go public yang tetap terjaga seiring dengan kemampuan membayar yang cukup sehat juga menopang stabilitas sistem keuangan. Namun demikian, pertumbuhan kredit melambat dari 8,59% (yoy) pada Agustus 2019 menjadi 7,89% (yoy) pada September 2019, terutama dipengaruhi permintaan kredit korporasi yang belum kuat.
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2019 tercatat sebesar 7,47% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Agustus 2019 sebesar 7,62% (yoy). Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit perbankan 2019 diprakirakan sekitar 8% dan ditopang oleh pertumbuhan DPK juga sekitar 8%.