Bisnis.com, JAKARTA–Keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di level 4,5% mengindikasikan langkah BI untuk mempertahankan yield SBN di pasar perdana agar tetap menarik.
Chief Economist Bank BNI Ryan Kiryanto mengatakan ada kemungkinan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan hingga pandemi Covid-19 selesai dan kebutuhan pembiayaan anggaran mulai normal.
"Saya kira begitu skenarionya. Saat ini yang penting stabilitas dulu, soal pertumbuhan nanti saja, stability over growth sebagai jargon baru," kata Ryan, Selasa (19/5/2020).
Menurut Ryan, pertimbangan BI untuk mempertahankan BI7DRRR sudah logis yakni mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
"Ini merupakan pilihan tepat kendati BI punya ruang yang memadai untuk menurunkan BI7DRRR sebesar 25 bps lantaran realisasi maupun ekspektasi di 2020 ini cenderung melandai, bahkan tidak akan mencapai level jangkar inflasi 3%," kata Ryan.
BI nampak lebih berfokus pada upaya normalisasi ekonomi dalam jangka menengah-panjang melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan mensinergikan kebijakan dengan Kemenkeu dan OJK.
Baca Juga
"Stance BI yang jelas dan transparan ini diharapkan bisa mendongkrak kepercayaan publik dan pelaku pasar di tengah kasus positif Covid-19 yang terus bergerak naik," kata Ryan.
Senada, Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi mengatakan ada kemungkinan BI mempertahankan suku bunga acuan dalam rangka menjaga yield SBN di pasar perdana agar tetap menarik di mata investor.
Ada indikasi pula bahwa BI masih ingin melihat situasi pasar keuangan hingga tekanan terhadap yield SBN mulai mereda. Eric juga menilai BI masih melihat adanya tekanan risiko nilai tukar, meski nilai tukar rupiah cenderung menguat dan tekanan inflasi juga rendah.
"Jadi ini masalah timing saja untuk penurunan suku bunga acuan. Saya pikir BI juga mungkin ingin melihat dulu bagaimana dampak pemotongan suku bunga acuan sebelumnya dan kebijakan quantitative easing yang sedang berjalan," kata Eric, Selasa (19/5/2020).
Oleh karenanya, BI7DRRR masih memiliki ruang untuk dipangkas sebesar 25 bps hingga 50 bps pada 2020 ini. BI7DRRR kemungkinan akan turun pada bulan depan, tetapi hal ini sangat tergantung pada kondisi rupiah khususnya akibat outflow dari SBN dan saham.
Eric menilai masih ada resiko outflow dari SBN jika defisit anggaran jadi dinaikkan ke 6,3% dari PDB. "Sovereign credit rating biasanya akan concern jik defisit anggaran naik. Hal ini dipersepsikan sebagai kenaikan risiko default risk. Walau pemerintah Indonesia belum pernah default SBN, tapi persepsi ini tetap ada," kata Eric.
Seperti diketahui, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan bahwa RDG BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 4,5%. Sejalan dengan kebijakan tersebut, suku bunga deposit facility dan lending facility sama-sama dipatok tetap pada 3,75% dan 5,25%.
"Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian global," kata Perry, Selasa (19/5/2020).