Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan stabilitas sistem keuangan saat ini masih tetap terjaga meski potensi risiko perlu terus diantisipasi karena dampak pandemi Covid-19 yang semakin meluas.
Perry mengatakan stabilitas sistem keuangan yang masih terjaga ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Maret 2020 yang tinggi, yakni 21,63%.
Di samping itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 2,77% secara gross dan 1,02% secara net.
Sejalan dengan itu, Perry melanjutkan penyaluran kredit perbankan yang juga terdampak akibat pelemahan ekonomi tetap menjadi perhatian.
“Fungsi intermediasi tetap menjadi perhatian sejalan dampak melemahnya permintaan domestik dan makin berhati-hatinya perbankan dalam menyalurkan kredit akibat meluasnya pandemi Covid-19,” katanya melalui Laporan Kebijakan Moneter Triwulan I 2020 yang dikutip Bisnis, Jumat (29/5/2020).
Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan kredit pada Maret 2020 tetap lemah di kisaran 7,95% yoy. Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga belum kuat dengan tingkat pertumbuhan di sekitar 9,54% yoy.
Baca Juga
Di samping itu, Perry juga menyampaikan likuiditas perbankan masih tetap memadai dan mendukung berlanjutnya penurunan suku bunga.
“Memadainya likuiditas perbankan tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga [AL/DPK] yang tetap besar yakni 24,16% pada triwulan I 2020 dan rerata harian volume PUAB yang tetap tinggi yakni Rp9,2 triliun pada April 2020,” jelasnya.
Perkembangan ini, kata Perry, mendukung transmisi pelonggaran kebijakan moneter ke pasar uang dan perbankan.
Pada April 2020, rerata suku bunga PUAB O/N dan JIBOR tenor 1 minggu bergerak stabil di sekitar level BI7DRR yakni 4,31% dan 4,60% atau mengalami penurunan masing-masing sebesar 152 bps dan 164 bps sejak akhir Juni 2019.
Sementara itu, rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit masing-masing tercatat 5,92% dan 10,17% pada April 2020 atau mengalami penurunan masingmasing sebesar 91 bps dan 58 bps sejak akhir Juni 2019.
Perry menambahkan, terjaganya likuiditas di pasar uang dan perbankan sejalan dengan kebijakan akomodatif Bank Indonesia.
“Sejak awal 2020, Bank Indonesia telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan untuk mendorong pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional. Hingga 15 Mei 2020, injeksi likuiditas yang telah dilakukan Bank Indonesia mencapai Rp583,5 triliun,” tuturnya.
Adapun, injeksi likuiditas yang dilakukan BI pada Januari- April 2020 mencapai Rp415,8 triliun, dilakukan melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas perbankan melalui transaksi term repo perbankan, swap valas, serta penurunan Giro Wajib Minimum Rupiah.
Bank Indonesia kembali melakukan injeksi likuiditas pada Mei 2020 senilai Rp167,7 triliun melalui penurunan GWM Rupiah, tidak diberlakukannya tambahan giro bagi bank yang tidak memenuhi Rasio Intermediasi Perbankan (RIM) serta term repo perbankan dan swap valas.