Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan polis menjadi salah satu komponen penting dalam bisnis asuransi. Sayangnya, proses penerbitan polis kerap kali terhambat. Terungkap penghambat utama proses penerbitan polis.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Hotbonar Sinaga menjelaskan bahwa kecepatan penerbitan polis perlu menjadi salah satu perhatian industri asuransi dalam kondisi pandemi ini. Oleh karena itu, optimalisasi teknologi informasi (TI) menjadi salah satu solusi.
Adanya pandemi virus corona membuat operasional bisnis terhambat karena karyawan harus bekerja dari rumah (work from home/WFH). Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat diatasi dengan sistem TI yang mumpuni sehingga dapat menjaga operasional bisnis, bahkan membuatnya lebih cepat.
Hotbonar menilai bahwa proses operasional bisnis asuransi, seperti penerbitan polis dan proses klaim bisa dipercepat oleh optimalisasi TI. Kondisi pandemi kian memaksa industri asuransi umum untuk mengoptimalkan sistem TI-nya dan mempercepat layanannya.
"Saya sepakat bahwa penerbitan polis bisa lebih cepat [dengan pemanfaatan TI], terutama untuk penerbitan polis bagi tertanggung korporasi. Pada dasarnya, polis asuransi umum memerlukan survei risiko sehingga perlu waktu sebelum polis diterbitkan," ujar Hotbonar kepada Bisnis, Minggu (5/7/2020).
Menurut Mantan Direktur Utama Jamsostek itu, proses survei memang kerap menjadi penghambat kecepatan terbitnya polis asuransi umum. Untuk itu, digitalisasi proses survei menjadi penting dalam kondisi saat ini.
Hotbonar menilai bahwa dalam lini bisnis asuransi properti yang mencakup risiko seperti kebarakan, banjir, dan gempa bumi, perlu terdapat proses digitalisasi yang melibatkan adjuster. Keterlibatan pihak luar itu pun semakin besar dalam beberapa lini bisnis lainnya.
Dia mencontohkan bahwa dalam lini bisnis asuransi penerbangan dan pengangkutan kapal, keterlibatan adjuster lebih banyak diperlukan. Oleh karena itu, perusahaan asuransi perlu membuka kerja sama dengan sejumlah pihak agar dapat mempercepat proses survei.
"Kalau dilakukan digitalisasi perlu koordinasi yang lebih baik, seperti dengan pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi [KNKT], kepolisian, surveyor, classification society, salvage company, reinsurer, broker," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa keberadaan platform digital dan optimalisasinya kian mendesak dalam kondisi pandemi ini. Perusahaan asuransi pun menjadi 'terpaksa' untuk memperkuat platform digitalnya agar dapat mempertahankan bisnisnya di tengah tren pelambatan kinerja asuransi umum.
"Bagaimana pun juga situasi pandemi ini akan memaksa perusahaan asuransi untuk memperkuat platform digital, termasuk untuk proses underwriting, penerbitan polis, simple claim, serta pembayaran dan konfirmasi penerimaan premi," katanya.
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memproyeksikan asuransi umum akan mencatatkan kinerja negatif 15 persen–25 persen sepanjang 2020. Dalam skenario terburuk, koreksi diperkirakan bisa mencapai 30 persen sebagai dampak dari pandemi virus corona.
Menurut Wakil Ketua Bidang Statistik dan Riset AAUI Trinita Situmeang, perlambatan kinerja tersebut berpotensi terus terjadi sepanjang tahun 2020 seiring pandemi yang menghambat aktivitas perekonomian.
"Kami melakukan studi di asosiasi, mempertimbangkan angka yang ada, saat ini memprediksi pertumbuhan pada akhir tahun berkisar 15 persen–25 persen karena akan terjadi penurunan cukup signifikan di lini asuransi yang menjadi kontributor terbesar [perolehan premi]," ujar Trinita.