Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penempatan Uang Negara di BPD Dinilai akan Tambah Risiko bagi Bank

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah penempatan uang negara bisa saja menguntungkan jika BPD bersangkutan memang sedang membutuhkan likuiditas.
Ilustrasi Bank/Istimewa
Ilustrasi Bank/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Likuiditas kelompok bank pembangunan daerah (BPD) dinilai masih cukup besar sehingga rencana penempatan uang negara di bank pembangunan daerah untuk mendorong penyaluran kredit dianggap akan meningkatkan risiko bagi bank.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah penempatan uang negara bisa saja menguntungkan jika BPD bersangkutan memang sedang membutuhkan likuiditas.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan yang diakses melalui Statsitik Perbankan Indonesia (SPI), loan to deposit ratio (LDR) BPD konvensional per April 2020 adalah sebesar 82,72%. Rinciannya, total kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga bukan bank adalah senilai Rp442,877 triliun dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp 535,414 triliun.

"Bisa menguntungkan kalau banknya sedang membutuhkan likuiditas. Artinya ada setoran dana segar. Kalau bank-bank-nya punya banyak likuiditas, kebijakan ini hanya menambah beban dan risiko saja," katanya kepada Bisnis, Senin (6/7/2020).

Saat ini pemerintah menyatakan masih melakukan kajian terhadap wacana penempatan uang negara di BPD. Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, ada empat BPD yang disebut-sebut akan menerima penempatan dana, yakni Bank BJB, Bank DKI, Bank Jateng dan Bank Jatim. 

Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), rasio loan to deposit ratio (LDR) perseroan pada kuartal I/2020 adalah sebesar 93,58%. Rasio ini meningkat dibandingkan posisi kuartal I/2019 yang sebesar 88,93%.

Adapun, laporan keuangan PT Bank DKI menunjukkan besaran LDR per kuartal I/2020 adalah sebesar 96,73% atau sedikit melonggar dari posisi kuartal I/2019 yang sebesar 97,18%. Pada periode waktu yang sama, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM) mencatatkan rasio LDR yang sangat longgar, kendati mengalami pengetatan menjadi sebesar 66,50% dari sebelumnya sebesar 65,02%.

Senada, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah juga mencatatkan rasio LDR sebesar 82,90% atau mengetat dari posisi 78,03% dibandingkan kuartal I/2019.

Menurut Piter, sebagai lembaga intermediasi, perbankan tidak harus dipaksa untuk membiayai dunia usaha apabila risikonya masih tinggi. Di tengah pandemi Covid-19, risiko tidak bisa dibebankan kepada perbankan yang mengelola dana publik.

Piter menilai, daripada melalui bank, seharusnya pemerintah dana bank sentral yang membantu dunia usaha terlebih dahulu. Dia mencontohkan hal ini seperti yang dilakukan Amerika Serikat, di mana The Fed yang memberikan stimulus fiskal dan juga membantu pemerintah daerah, membiayai UMKM, serta membeli surat utang korporasi.

"Jadi bukan perbankan yang dipaksa memberikan kredit kepada dunia usaha. Tapi langsung oleh The Fed," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper