Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI menilai bahwa industri asuransi jiwa pun perlu mendapatkan perpanjangan relaksasi untuk menjaga kinerja bisnis, di tengah ketidakpastian pemulihan pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menjelaskan bahwa semua lini bisnis pasti memerlukan relaksasi dalam kondisi pandemi ini. Relaksasi bagi sektor jasa keuangan pun telah dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui aturan kebijakan countercyclical.
Menurut Togar, pemulihan kondisi pandemi yang belum menunjukkan sinyal positif membuat industri asuransi jiwa memerlukan stimulus lebih lama. Relaksasi yang sudah ada pun dinilai perlu diperpanjang oleh otoritas, guna menjaga kinerja asuransi yang masih melemah.
"Dalam situasi yang tidak dapat diprediksi seperti sekarang ini, perpanjangan relaksasi pasti diperlukan termasuk oleh asuransi jiwa. Sebenarnya kami juga meminta keringanan iuran OJK, syukur-syukur kalau bisa dihapus sementara waktu," ujar Togar kepada Bisnis, Selasa (4/8/2020).
Saat ini industri asuransi jiwa telah mendapatkan sejumlah relaksasi, seperti perpanjangan waktu penyampaian laporan keuangan, izin penjualan unit-linked secara langsung melalui platform digital, serta perhitungan modal minimum berbasis risiko (MMBR) sebagai bagian dari perhitungan risk based capital (RBC).
Menurut Togar, perpanjangan relaksasi itu bisa membantu nafas industri asuransi lebih panjang. Industri pun dapat lebih fokus menjaga arus kas dan mendorong penjualan asuransi sehingga masyarakat lebih terproteksi.
Baca Juga
"Pengaruhnya [perpanjangan relaksasi] pasti signifikan. Bagaimana pun tidak mudah memprediksi keadaan nanti, obat atau vaksin Covid-19 pun belum jelas, bahkan baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia [WHO] menyebut pandemi ini bersifat jangka panjang," ujar Togar.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan bahwa otoritas mempertimbangkan perpanjangan restrukturisasi kredit bagi perusahaan pembiayaan dan perbankan jika pandemi Covid-19 memberikan dampak berkelanjutan.
Menurutnya, OJK sedang mempertimbangkan perpanjangan relaksasi jika masih terdapat debitur yang kesulitan untuk membayar cicilannya saat masa relaksasi kredit berakhir pada 31 Maret 2021. MeskipunOJK berharap dampak pandemi segera mereda, langkah perpanjangan itu tetap dipertimbangkan.
"Kami memberikan ruang perpanjangan POJK 11/2020 ini dimungkinkan. Akan kami lihat sebelum akhir tahun, berapa sebenarnya [debitur] yang bisa bangkit dan betul-betul bisa bangkit," ujar Wimboh, dalam konferensi pers Perkembangan Kebijakan dan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan, Selasa (4/8/2020).