Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim kinerja sektor jasa keuangan lebih terjaga di tengah pandemi Covid-19 dibandingkan dengan krisis ekonomi yang terjadi pada 1997-1998.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan sebelum terjadi pembatasan sosial skala besar (PSBB), pihaknya sudah melakukan langkah preventif. Pertama, yaitu dengan menangani pasar modal lewat mengeluarkan sejumlah kebijakan seperti trading halt hingga buyback saham.
Kedua, OJK juga mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit agar nasabah tidak mengalami kebangkrutan. Berbeda halnya ketika krisis 1997-1998, perbankan menarik suku bunga tinggi sehingga membuat nasabah yang kesulitan, kondisinya semakin memburuk.
Saat ini rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) juga dinilai masih dibatas wajar yakni sebesar 3,22 persen pada Juli 2020 atau di bawah batas tresshold yang sebesar 5 persen.
"Dalam kondisi abnormal ini jangan serta merta katakan nasabah default padahal temporary bisa bangkit, ini tidak kita lakukan saat itu [krisis 1997-1998] dan bank jadi collaps," katanya, Kamis (27/8/2020).
Menurutnya, likuditas bank juga masih terjaga dengan baik. Bahkan suku bunga simpanan maupun kredit terus mengalami penurunan. Kondisi yang terjadi pada 1997-1988 pun berbeda dengan pandemi saat ini yang merupakan krisis kesehatan.
"Kalau tadi sampai ada sebarkan hoaks karena pikiran terilhami [krisis] 1997-1998, total salah. Saya video conference dengan IMF terkait arsitek penanganan Covid-19, mereka apresiasi dan surprized kita bisa," katanya.