Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk 'mengamputasi' independensi Bank Indonesia (BI) ternyata benar-benar direalisasikan.
Upaya tersebut dilakukan dengan menghapus ketentuan dalam pasal 9 dan menambahkan pasal mengenai kewenangan dewan moneter dalam amandemen kedua Undang-Undang No.23/1999.
Saat ini, Badan Legislasi DPR tengah membahas revisi UU Undang-Undang No.23/1999. Seperti diketahui bahwa Pasal 9 UU BI existing menjelaskan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI.
Selain itu, UU itu juga menegaskan bahwa BI juga wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Menariknya, dalam rencana UU baru tersebut, pasal yang menegaskan soal indenpendensi BI tersebut dihapus. Dalam matrix persandingan antara UU lawas dan RUU amandemen BI, pemerintah justru menambahkan dewan moneter.
Dewan moneter, sesuai penjelasan rancangan beleid bertugas sebagai penentu kebijakan moneter.
Baca Juga
Dewan moneter dikoordinir oleh Menteri Keuangan dan terdiri dari 5 anggota yaitu Menteri Keuangan dan 1 orang menteri yang membidangi perekonomian; Gubernur BI dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia; serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
"Keputusan Dewan Moneter diambil dengan musyawarah untuk mufakat. Apabila Gubernur tidak dapat memufakati hasil musyawarah Dewan Moneter, Gubernur dapat mengajukan pendapatnya kepada Pemerintah," tulis draf RUU yang dikutip Bisnis, Senin (31/8/2020).
Adapun, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno dalam diskusi virtual mengatakan bahwa semula RUU BI belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020. Amandemen yang masuk dalam prolegnas 2020 adalah revisi UU OJK.
Sebagai gantinya, RUU itu kemudian dikeluarkan dan kemudian memasukan RUU Bank Indonesia pada Desember 2019. RUU BI resmi menjadi prolegnas dalam rapat paripurana DPR RI pada tanggal 17 Juli 2020.
"Ini inisiatif DPR, sehingga bahan yang dikeluarkan itu akan diharmonisasi di Baleg DPR," tulisnya.