Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) PT Bank CIMB Niaga Tbk. meningkat pada semester I/2020 menjadi 3,49 persen setelah tahun sebelumnya mampu ditekan ke level yang lebih rendah.
Sebelumnya, rasio NPL CIMB Niaga pada semester I/2018 adalah sebesar 3,39 persen. Pada semester I/2019, realisasi NPL tersebut mampu ditekan ke level 2,87 persen. Namun, adanya pandemi Covid-19, membuat CIMB Niaga tidak mampu menekan NPL yang realisasinya pada semester I/2020 melebihi semester I/2018.
Direktur Finance & SPAPM Bank CIMB Niaga Lee Kai Kwong mengatakan perseroan senantiasa menerapkan langkah-langkah strategis untuk memastikan business continuity, termasuk melakukan disiplin dalam pengelolaan biaya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu dari lima pilar strategi yang dijalankan dalam rangka mengefisiensikan biaya yang timbul.
Beberapa langkah yang telah dilakukan perseroan dalam di tengah pandemi yakni mendukung program pemerintah terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan membatalkan/menunda perjalanan dinas, pertemuan-pertemuan, team building, seminar dan pelatihan dengan menggantikannya melalui pertemuan secara digital.
Perseroan juga melaksanakan work from home (WFH) untuk bagian-bagian yang non-critical sehingga dapat menghemat biaya operasional, overtime, dan transportasi.
Efisiensi juga dilakukan dengan mengganti approval internal dengan digital approval (paperless) dan membatalkan kegiatan-kegiatan promosi perusahaan yang melibatkan orang berkumpul di satu tempat, dan lain-lain.
"Di sisi lain, CIMB Niaga senantiasa memprioritaskan pelayanan nasabah dengan penyesuaian seperti memaksimalkan layanan digital banking sebagai alternatif untuk mengurangi kontak secara langsung," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan peningkatan NPL pada masa pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit khususnya dari sisi permintaan, terutama kredit modal kerja yang cenderung melambat seiring dengan penurunan aktivitas perekonomian dari sisi produksi.
Pada kuartal II/2020, terjadi kontraksi pada hampir seluruh sektor usaha, yang menandakan bahwa pandemi ini berdampak negatif terhadap mayoritas sektor usaha.
Salah satu sektor yang mengalami kontraksi cukup dalam adalah sektor perdagangan, yang terkontraksi sebesar 7,6 persen YoY pada kuartal II/2020. Padahal sektor ini merupakan salah satu sektor terbesar yang menyumbang permintaan kredit dengan proporsi sebesar 17,08 persen dari total kredit. Per Juni 2020, kredit sektor ini mengalami kontraksi kredit sebesar 5,38 persen dengan rasio NPL sebesar 4,59 persen.
"Sektor dari perdagangan ini sendiri berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga tanpa adanya pemulihan ekonomi yang signifikan, maka pertumbuhan kredit di sektor ini akan terhambat," katanya.