Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat telah menambah likuiditas di perbankan atau quantitative easing sebesar Rp680,89 triliun.
"Longgarnya kondisi likuiditas di perbankan tersebut mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK), yaitu sebesar 30,65 persen pada Oktober 2020," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (19/11/2020).
Perry merincikan, penambahan likuiditas di perbankan ini bersumber dari penurunan giro wajib minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp510,09 triliun.
Di sisi lain, BI mencatat penyaluran kredit pada Oktober 2020 terkontraksi sebesar -0,47 persen secara tahunan.
Rendahnya pertumbuhan kredit tersebut, kata Perry, sejalan dengan dengan permintaan domestik yang masih belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19.
Sementara itu, dana masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) di perbankan tercatat tumbuh 12,12 persen secara tahunan pada Oktober 2020.
Baca Juga
Di samping itu, industri perbankan juga dinilai lambat dalam merespon penurunan suku bunga acuan BI.
"BI sudah melakukan ekspansi likuiditas yang sangat besar, kami terus dengan tidak segan-segannya mengharapkan perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit sehingga bisa mendorong pemulihan ekonomi," katanya.
Perry pun mendorong industri perbankan untuk membangun optimisme sehingga kredit bisa tersalurkan, sejalan dengan perbaikan ekonomi.
"Sudah saatnya kredit didorong, sudah saatnya kita membangun optimisme, sudah satnya kita meningkatkan ekonomi. Pemerintah, BI, OJK, telah begitu banyak melakukan sinergi kebijakan dan terus berkomitmen menempuh langkah-langkah lanjutan," jelasnya.