Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan bahwa terdapat sejumlah perusahaan asuransi umum yang menghadapi tekanan besar di lini bisnis asuransi kredit. Perusahaan bersangkutan pun menyesuaikan kapasitas proteksi asuransi kredit.
Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan bahwa tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 mengganggu kemampuan masyarakat dalam mencicil kredit. Kondisi itu berdampak kepada lni bisnis asuransi kredit.
AAUI mencatat bahwa klaim asuransi kredit menjadi yang terbesar dibandingkan dengan lini-lini bisnis lainnya, tetapi preminya mengalami penurunan. Kondisi itu membuat perusahaan-perusahaan penerbit asuransi kredit mengalami tekanan yang berat.
"Sudah ada beberapa pemain asuransi kredit yang dalam kondisi menyerah dan menurunkan produk asuransi kreditnya," ujar Dody dalam konferensi pers AAUI, Kamis (3/12/2020).
Berdasarkan data Asosiasi AAUI per Januari–September 2020, klaim asuransi kredit tercatat senilai Rp5,988 triliun. Jumlahnya meningkat hanya 0,1 persen (year-on-year/yoy) dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp5,984 triliun.
Dengan klaim jumbo, perolehan premi asuransi kredit per Januari–September 2020 mencapai premi Rp9,67 triliun. Jumlahnya justru turun 3,6 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu senilai Rp10,03 triliun.
Menurut Dody, AAUI selalu menghimbau para penerbit polis asuransi kredit untuk meninjau portofolio dan tarif premi agar sesuai dengan kapasitas. Peninjauan itu penting agar kondisi berat di lini bisnis tersebut tidak menggerus profitabilitas perusahaan.
"Kami harapkan kondisi ini bisa menjadi pembelajaran sehingga ke depan kondisinya bisa lebih bagus. Peninjauan itu penting untuk mempertahankan kinerja hingga akhir 2020 dan awal 2021," ujar Dody.
Bisnis mencatat terdapat sekitar 24 perusahaan penerbit polis asuransi kredit. Perusahaan yang memimpin pasar lini bisnis tersebut di antaranya adalah PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Asuransi Sinar Mas (ASM), PT Asuransi Bangun Askrida, PT Asuransi Staco Mandiri, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan PT BRI Asuransi Indonesia.
Karyawan melintasi logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Jakarta, Selasa (11/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Sepanjang semester I/2020, Askrindo membukukan premi asuransi kredit Rp1,78 triliun atau mencakup 30,9 persen dari total premi lini bisnis itu di industri senilai Rp5,78 triliun. Sementara itu, pembayaran klaim asuransi kredit oleh Askrindo mencapai Rp641,22 miliar.
Lalu, pada semester I/2020, ASM memperoleh premi asuransi kredit senilai Rp1,45 triliun atau 25,13 persen dari catatan industri, dengan klaim Rp1,2 triliun. Adapun, pada periode yang sama, Askrida membukukan premi asuransi kredit Rp1,07 triliun atau 18,6 persen dari industri, dengan klaim Rp830,93 miliar.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi telah mewanti-wanti industri asuransi kerugian. Meningkatnya kredit macet akan sejalan dengan kenaikan klaim asuransi kredit.
"Kami menilai perusahaan asuransi perlu ekstra hati-hati, khususnya yang bergerak di bidang asuransi kredit. Dalam hal ini, kenaikan premi di lini asuransi kredit juga diikuti kenaikan signifikan dari klaim, mengindikasikan potensi risiko kredit yang makin besar," ujar Riswinandi pada Selasa (27/10/2020).
Dia menilai bahwa meningkatnya risiko asuransi kredit membuat industri harus berhati-hati dalam penetapan tarif. Selain itu, pembagian risiko dengan pihak lain pun perlu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi umum, disertai dengan pencadangan yang baik.
Industri asuransi dinilai harus melakukan valuasi dan due diligence secara mendalam saat menerbitkan polis asuransi kredit, karena akan menjadi bantalan atau penanggung risiko terakhir dari kredit-kredit yang disalurkan kepada masyarakat luas.
"Kami juga imbau Bapak Ibu [perusahaan asuransi umum] yang menjalankan produk ini tolong jaga betul prudential-nya, jangan sampai produk Bapak Ibu hanya sebagai stempel bahwa risiko bank itu sudah di-guarantee. Ini merupakan periode lesson learn untuk asuransi kredit, sudah saatnya melakukan peninjauan mendalam," ujarnya.