Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap regulasi baru terkait penyelenggaraan teknologi finansial peer-to-peer lending (fintech P2P lending) akan menambah tingkat keamanan dalam aspek perlindungan terhadap para pendana (lender).
Aturan baru terhadap industri pendanaan bersama ini akan terangkum dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) terkait revisi POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan mengungkap bahwa beberapa di antaranya, kewajiban transparansi di website dan aplikasi platform fintech lending bersangkutan.
Terutama, terkait statistik penyaluran pendanaan yang telah disalurkan dan terpenting persentase tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman 90 hari (TKB90).
"Semakin mendekati 100 persen, berarti pinjaman macetnya makin kecil. TKB90 ini akan menjadi salah satu masukan bagi lender sebelum meminjamkan dananya melalui platform P2P," jelas Bambang ketika dikonfirmasi Bisnis, Minggu (6/12/2020).
Selain itu, OJK akan memperketat standar keamanan dan fasilitas mitigasi risiko dari para platform bagi para penggunanya, baik peminjam dana (borrower), maupun lender itu sendiri.
Bagi lender, di antaranya adalah melindungi risiko fraud dan risiko gagal bayar, yang meliputi adanya analisis risiko pendanaan yang diajukan oleh borrower, melakukan verifikasi keaslian pengguna dan keaslian dokumen, dan memfasilitasi lender untuk melakukan penagihan hingga pinjaman terbayarkan.
Selain itu, platform juga bisa memfasilitasi pengalihan risiko pendanaan, atau memfasilitasi pengalihan risiko atas agunan yang diberikan oleh Penerima Dana dalam rangka mengajukan permohonan pendanaan.
"Selain itu, akan ada pengunaan escrow account dan virtual account untuk memitigasi adanya risiko penyalahgunaan dana oleh Penyelenggara. Aturan maksimum 2 hari di rekening escrow account, sebelum dana disalurkan dan maksimum 1 hari di rekening escrow account setelah pengembalian dari borrower," tambahnya.
OJK juga memperketat pertanggungjawaban hukum yang dibebankan kepada penyelenggara dalam hal terjadi kesalahan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi pengguna.
"Sebagian ketentuan di atas sudah dipraktikkan juga, tetapi belum sepenuhnya dilakukan seluruh platform P2P lending di Indonesia," ungkapnya.
Sekadar informasi, dalam beleid RPOJK baru terkait fintech lending ini, setidaknya ada tujuh poin perubahan utama yang akan membuat industri semakin sehat.
Pertama, penghapusan status terdaftar, nantinya hanya fintech berizin yang secara resmi boleh beroperasi. Kedua, peningkatan syarat modal disetor minimum untuk para penyelenggara, paling sedikit sebesar Rp15 miliar pada saat perizinan.
Ketiga, yakni ketentuan persyaratan ekuitas, di mana penyelenggara wajib memiliki ekuitas setiap saat 0,5 persen dari total pendanaan yang belum dilunasi (outstanding) atau sekurang-kurangnya Rp10 miliar.
Keempat, yaitu adanya fit & proper test bagi pengurus platform, atau komisaris dan direksi, serta pemegang saham pengendali oleh OJK. Hal ini berhubungan dengan komitmen mereka dalam pengelolaan bisnis.
Ditambah pula dengan aturan baru kelima, yaitu penguatan ketentuan agar pemegang saham existing lebih berkomitmen dalam mendukung penyelenggaraan fintech P2P lending.
Keenam, adanya kewajiban pinjaman ke sektor produktif dan luar Pulau Jawa. Ketujuh, OJK menambahkan ketentuan penyelenggaraan prinsip syariah yang tadinya belum diatur secara spesifik.