Bisnis.com, JAKARTA - Para pemain teknologi finansial peer-to-peer (fintech P2P) lending berkomitmen mempertahankan ruh sebagai pelaku industri digital yang cepat, adaptif, dan inovatif, jelang era baru akibat revisi aturan main dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal ini diungkap Ketua Bidang Humas sekaligus Juru Bicara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andi Taufan kepada Bisnis, Minggu (3/1/2021).
"AFPI memberikan dukungan dan masukan yang terbaik terkait penyusunan regulasi kepada OJK, untuk kemajuan industri fintech pendanaan. Sehingga, semangat POJK baru diharapkan tetap mendorong inovasi, agility, dan creativity dalam industri fintech pendanaan," jelasnya.
Pada prinsipnya, Andi menilai bahwa regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak akan menghambat kreativitas para pemain. Justru membuat para platform makin tertantang meningkatkan peran terhadap inklusi keuangan di Indonesia.
"Kami akan terus menggelar inovasi untuk menjangkau masyarakat underserved dan unbankable. Misalnya, pinjaman mikro untuk sektor produktif dengan cicilan mingguan, tenor jangka pendek untuk bisnis berkecepatan tinggi, serta pinjaman tanpa jaminan untuk pedagang e-commerce," ungkapnya.
Selain itu, bukan hanya untuk peminjam dana (borrower), lewat regulasi ini AFPI juga berharap mampu menjangkau para pendana (lender) yang makin percaya kepada industri.
Karena lewat fintech P2P lending, lender selaku investor menemukan alternatif asset class baru yang makin aman, dan punya fungsi sosial, lewat mendanai langsung ke sektor riil dan ekonomi informal sebagai bagian dari akeselerasi perputaran ekonomi informal.
"Oleh karenanya, anggota AFPI terus melalukan koordinasi dan mengharapkan keberadaan fintech pendanaan dapat menjadi motor pengerak bagi kebangkitan UMKM Indonesia, khususnya di tengah kondisi pandemi ini. Ke depannya, fintech pendanaan akan menjadi leader bagi pembiayaan berbasis digital di Tanah Air," tutupnya.
Sekadar informasi, aturan main baru OJK nantinya akan tercantum dalam revisi POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Setidaknya akan ada tujuh poin perubahan dalam regulasi anyar. Mulai dari penghapusan status terdaftar, penyelenggaraan spesifik terkait prinsip syariah, hingga ketentuan baru bagi manajemen dan pemegang saham platform.
Selain itu, ada peningkatan syarat modal disetor minimum untuk para penyelenggara, paling sedikit sebesar Rp15 miliar pada saat perizinan.
Ketentuan persyaratan ekuitas pun makin ketat, di mana penyelenggara wajib memiliki ekuitas setiap saat 0,5 persen dari total pendanaan yang belum dilunasi (outstanding) atau sekurang-kurangnya Rp10 miliar.
Terakhir, ada dua ketentuan baru yang diramal signifikan memperketat peta persaingan platform, yaitu kewajiban penyaluran ke sektor produktif dan ke luar Jawa.
Penyaluran ke luar Jawa ditetapkan paling sedikit 25 persen dari total pendanaan yang belum dilunasi (outstanding) platform secara tahunan, yang bertahap dengan batas hingga tiga tahun mendatang.
Untuk sektor produktif, penyelenggara wajib menyalurkan paling sedikit 40 persen dari outstanding tahunan mereka, secara bertahap dengan batas maksimal tiga tahun mendatang.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan mengungkap bahwa terkini regulasi baru masih dalam tahap review tanggapan dan masukan para stakeholder terkait.
"Sudah tahap akhir dari tahapan review atas masukan para stakeholder. Setelah itu, pasal per pasal dijahit kembali. Kemudian internal OJK akan ada Komite Legal Review. Baru lanjut ke Rapat Dewan Komisioner untuk keputusan dan harmonisasi dengan KemenhumHAM," ungkapnya kepada Bisnis.