Bisnis.com, JAKARTA - PT Mandiri Tunas Finance (MTF) tak menutup mata terkait prospek tumbuhnya permintaan pembiayaan alat berat pada 2021, akibat terpantik harga komoditas perkebunan maupun pertambangan.
Direktur Sales dan Distribusi MTF Harjanto Tjitohardjojo mengungkap tren ini pun membuat persentase pembiayaan sektor kredit dan sewa alat berat dari portofolio MTF dibidik naik dibandingkan dengan tahun 2020.
"MTF ada pembiayaan alat berat, tapi tetap kami bermain sekitar 10 persen dari total portofolio. Dominasi utama masih 80 persen fokus di pembiayaan kendaraan baru, sisanya 10 persen di multiguna atau dana tunai," ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (13/1/2021).
Persentase alat berat dari portfolio MTF ini tampak naik sejak 2019, karena perusahaan yang sahamnya dimiliki PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Tunas Ridean Tbk. (TURI) ini membatasi agar sektor ini tak melebihi 5 persen portofolio.
"Memang sudah mulai ada beberapa pengajuan pembiayaan terkait alat berat, kami tetap dukung untuk pendanaan di infrastruktur, agri dan forestry. Namun, untuk tambang, kami pilih fokus yang bermain di komoditas nikel dan emas, untuk batubara masih selektif," jelasnya.
Harjanto berharap kontrak-kontrak baru dari alat berat yang termasuk jangka menengah dengan kisaran 3 tahunan ini sanggup menggenjot pembiayaan baru dan menopang portfolio pembiayaan MTF pada 2021, masa bangkit dari pandemi Covid-19.
MTF sendiri mematok target pembiayaan baru di semua lini usahanya mencapai sekitar Rp20 triliun, naik di kisaran 20 persen dari realisasi 2020 di angka Rp16,7 triliun.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa alat berat memang merupakan salah satu andalan bangkitnya multifinance pada 2021.
Ada peluang pembiayaan dari penjualan atau sewa sektor alat berat naik secara konservatif, menilik menggeliatnya sektor konstruksi, pertambangan, agrikultur, dan kehutanan.
Namun demikian, asa permintaan dari sektor ini bakal ditopang proyek pemerintah untuk konstruksi, peningkatan harga komoditas batu bara, nikel, dan emas, serta harga minyak sawit, biodiesel, global CPO price untuk agri. Adapun, sektor forestry yang ditopang tren peningkatan harga dan produksi bubur kertas.