Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat penambahan likuiditas atau quantitative easing di perbankan telah mencapai Rp750,38 triliun atau setara dengan 4,86 persen dari PDB sejak 2020 lalu.
“BI telah menambah likuiditas di perbankan sebesar Rp750,38 triliun atau 4,86 persen dari PDB, termasuk salah satu yang terbesar di emerging market,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/2/2021).
Perry merincikan, quantitative easing terebut terdiri dari Rp726,57 triliun yang dilakukan pada 2020 dan sebesar Rp23,81 triliun pada 2021, per 16 Februari 2021.
Dia menyampaikan, langkah BI tersebut mendorong kondisi likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar.
Kondisi likuiditas yang longgar pada Januari 2021 mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,64 persen dan petumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi sebesar 10,57 persen dibandingan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Januari 2021 tetap tinggi, yakni sebesar masing-masing 18,7 persen dan 11,8 persen secara tahunan.
Baca Juga
Adapun, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Februari 2021, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,50 persen.
Sejalan dengan itu, BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi sebesar 4,25 persen.
“Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta sebagai langkah lanjutan untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional,” tuturnya.