Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk. mampu menghimpun porsi dana murah di atas 50 persen sehingga dapat bersaing dengan perbankan konvensional.
Komisaris Utama BSI Mulya E. Siregar mengungkapkan perbankan syariah harus mampu meningkatkan dana murah melalui peningkatan tabungan wadiah. Hal itu dapat dilakukan dengan pendekatan yang baik kepada hijrah community dan layanan digital yang 24/7 (24 hours/7 days a week).
Strategi itu pula yang sudah diterapkan di Bank Syariah Indonesia dalam menghimpun dana murah dengan mendorong tabungan wadiah. Dia menyebutkan saat ini porsi CASA atau dana murah di BSI mencapai 57,76 persen dan sebagian besar komposisinya berasal dari tabungan wadiah atau sebesar 33,41 persen.
Mulya mengatakan hal itu dapat dicapai karena BSI melakukan pendekatan spiritual, sosial, dan finansial. Menurutnya, tabungan wadiah menjadi keunggulan perbankan syariah yang tidak dimiliki perbankan konvesional.
"Saat ini masyarakat kita banyak yang melakukan hijrah atau hijrah community. Mereka ingin menanamkan dananya di wadiah dan tidak meminta return. Ini merupakan sumber dana murah, yang penting anytime anywhere saya bisa lakukan dengan cepat, kuncinya adalah digital banking," katanya dalam Halal bi Halal Pegiat Ekonomi Syariah Nasional 1442 H secara virtual, dikutip Jumat (21/5/2021).
Menurutnya, hal itu yang harus dimanfaatkan dan dipersiapkan oleh bank syariah yakni dengan menggerakan tabungan wadiah. Sebab, tantangan bank syariah saat ini yakni bagaimana mendorong dana murah yang saat ini porsinya kurang dari 50 persen.
Berdasarkan data OJK dalam 8 tahun terakhir, porsi dana murah perbankan syariah masih di kisaran 37-48 persen, sedangkan perbankan umum di kisaran 52-57 persen. Ini menunjukkan bank syariah masih beroperasi dengan dana mahal, sedangkan bank umum sudah mampu beroperasi dengan dana murah karena CASA-nya di atas 50 persen.
Baca Juga : Sinergi Kelola Zakat untuk Pacu Ekonomi Syariah |
---|
Mulya mengatakan konsekuensi penghimpunan dari dana mahal, maka penyaluran dananya menjadi mahal. Hal ini pula yang sering dikritik oleh masyarakat karena pricing bank syariah tidak kompetitif.
"Tanpa dana murah, perbankan syariah akan kesulitan untuk bersaing dengan perbankan konvensional," katanya.
Mulya menyebutkan tantangan lain perbankan syariah yakni harus siap melayani generasi milenial. Ini adalah generasi yang menjadi pasar potensial bagi perbankan syariah karena penduduk Indonesia didominasi oleh generasi milenial dan gen z.
"Perbankan syariah harus mampu dalam melayani kebutuhan generasi milenial. Salah satu caranya yakni menyediakan layanan berbasis digital," sebutnya.
Tantangan berikutnya, perbankan syariah harus siap dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu prioritas yang gencar diwujudkan oleh pemerintah. Masifnya pembangunan tersebut tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Pemerintah tidak bisa membiayai sendiri melalui anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Karena itu perbankan syariah harus siap mendukung pemerintah dalam kontribusi pada pembiayaan infrastruktur.
"Kami di BSI sudah mulai melakukan pembiayaan infrastruktur dengan berkerja sama dengan induk kami. Sambil kami belajar dengan induk bagaimana melakukan pembiayaan infrastruktur sampai dengan nanti BSI bisa melakukan pembiayaan infrastruktur secara mandiri," terangnya.
Di samping itu, perbankan syariah harus siap membantu nazir dalam penghimpunan dana wakaf dan pemanfaatannya. Kesiapan perbankan syariah dengan dukungan IT yang mumpuni diharapkan dapat menguatkan peran perbankan syariah dalam menjamin keamanan dan transparansi pengelolaan dana wakaf.
Berikutnya, perbankan syariah harus siap menaikkan kelas UMKM. Peran UMKM terhadap ekonomi nasional sangatlah signifikan. Dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), salah satu program pemerintah adalah mendorong peningkatan daya tahan UMKM. Perbankan syariah harus siap berkontribusi dalam membantu nasabah UMKM agar naik kelas.