Bisnis.com, JAKARTA - Mulai tumbuhnya permintaan kredit konsumtif segmen ritel yang dilayani oleh industri pembiayaan (multifinance), mendapatkan sambutan dari perbankan yang mulai berani menggelontorkan dana segarnya di era new normal.
Sebagai gambaran, sebelumnya industri perbankan mengalami over-likuiditas akibat permintaan kredit yang lesu. Namun, kini sentimen positif telah hadir di sektor otomotif yang selama ini dikuasai multifinance, seperti diskon pajak barang mewah (PPnBM) mobil baru, sampai uang muka 0 persen untuk kendaraan listrik berbasis baterai.
Direktur Utama PT Mandiri Utama Finance (MUF) Stanley Setia Atmadja sepakat kondisi pemulihan buat industri pembiayaan di era new normal ini jelas melibatkan perbankan, karena mereka hingga kini pun masih menjadi sumber pendanaan utama para pemain.
"Terkait penyaluran kredit dari perbankan via multifinance, baik joint financing [JF] maupun executing, menurut saya saat ini sudah cukup terbuka dibandingkan kondisi 2020 lalu," ujarnya, Selasa (31/8/2021).
MUF sendiri mendapatkan dukungan dari induk usahanya, Bank Mandiri yang kini telah mendukung porsi joint financing sampai 70 persen dari total pembiayaan baru MUF sepanjang 2021.
"Ini mengalami kenaikan dibandingkan 2020. Hal ini seiring dengan strategi pendanaan MUF yang memang lebih memprioritaskan pembiayaan JF dalam penyaluran pembiayaan," tambahnya.
Stanley menjelaskan memang tidak semua jenis debitur bisa masuk dalam pendanaan JF. Terutama mengacu pada ketentuan regulator tentang ketentuan uang muka (down payment/DP) pembiayaan dan kembali pada appetite masing-masing bank yang digandeng.
Senada, perusahaan pembiayaan PT CIMB Niaga Auto Finance (CIMB Niaga Finance/CNAF) turut mendapat berkah dari subsidi pajak barang mewah (PPnBM) yang membuat permintaan kredit melonjak, yang pada akhirnya turut meningkatkan pendanaan dari induk usahanya.
"Per Juli 2021, sumber pendanaan joint financing di CNAF mencapai 42 persen dari total aset kelolaan. Nilai tersebut tumbuh sebesar 44 persen [year-on-year] dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya," ungkap Presiden Direktur CIMB Niaga Finance Ristiawan Suherman.
Menurut Ristiawan, perbankan memang tampak lebih selektif untuk memilih debitur yang bisa masuk ke dalam pembiayaan JF di era new normal ini. Namun, selama multifinance bisa menjaga kualitas debitur baru, tidak akan ada masalah dari sisi pendanaan.
"Tentunya bank tampak menetapkan persyaratan yang cukup ketat seiring dengan jumlah resiko yang mereka tanggung sesuai dengan porsi JF. Tapi sampai saat ini CNAF tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan JF, mengingat portofolio CNAF yang cukup stabil dan sehat," tambahnya.
Sedikit berbeda, Vice Chairman of Executive Board PT Indomobil Finance Indonesia Gunawan Effendi mengungkap bahwa bagi multifinance bukan anak usaha perbankan langsung, memang tren pendanaan dari bank mulai membaik, tetapi bukan lewat skema JF.
"Saat ini porsi JF tidak terlalu banyak. Justru bilateral dalam bentuk modal kerja atau money market line dan pinjaman sindikasi yang lebih dominan," ujarnya.
Pasalnya, lewat skema JF, debitur multifinance juga tercatat sebagai debitur bank, sehingga potensi kredit macet dari debitur juga akan ditanggung pihak perbankan. Oleh sebab itu, kebanyakan skema JF dipilih suatu bank untuk multifinance anak usahanya sendiri.