Bisnis.com, JAKARTA - Bank indonesia (BI) mencatat nilai tukar Rupiah pada pada 18 Oktober 2021 menguat 1,44 persen secara point to point dan 0,33 persen secara rerata dibandingkan dengan level September 2021.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa penguatan nilai tukar rupiah pada periode tersebut didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik.
Di samping itu, kondisi ini juga didorong oleh imbal hasil aset keuangan domestik yang lebih menarik, terjaganya pasokan valas domestik, dan langkah-langkah stabilisasi BI.
Dengan penguatan tersebut, rupiah hingga 18 Oktober 2021 mencatat depresiasi yang lebih rendah, menjadi sebesar 0,43 persen dibandingkan dengan level akhir 2020 atau secara year-to-date (ytd)
“Relatif lebih baik dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India, Malaysia, dan Filipina,” katanya, Selasa (20/10/2021).
Perry menyampaikan, ketidakpastian di pasar keuangan global sedikit menurun di tengah kekhawatiran pengetatan kebijakan moneter global yang lebih cepat sejalan kenaikan inflasi yang terus berlangsung.
Kondisi tersebut berpengaruh terhadap tetap berlanjutnya aliran portofolio global ke negara berkembang, khususnya di negara-negara yang mempunyai imbal hasil aset keuangan yang menarik dan kondisi ekonomi yang membaik.
Pemulihan ekonomi dunia pun diperkirakan tetap berlanjut pada 2022. Namun demikian, perry mengatakan bahwa dampak dari gangguan rantai pasokan dan keterbatasan energi perlu tetap diwaspadai.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah memperkirakan faktor eksternal, misalnya tapering the Fed dan krisis energi global belum akan menimbulkan gejolak di pasar keuangan domestik.
Hal ini tercermin dari nilai tukar rupiah yang cenderung menguat. Sementara tingkat inflasi yang diperkirakan tetap rendah hingga akhir 2021.
“Memang ada permasalahan krisis energi yang akan mendorong inflasi global, tetapi dengan inflasi Kita yang masih rendah justru memperkuat rupiah,” katanya kepada Bisnis, Rabu (20/10/2021).
Pieter memperkirakan, penarikan stimulus moneter atau tapering off oleh the Fed baru akan dilakukan pada 2022. Sementara, kebijakan suku bunga BI menurutnya akan tetap dijaga pada level 3,5 persen hingga akhir tahun ini.