Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jika Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus, Apa Konsekuensinya?

Rencana layanan rawat inap standar sudah disampaikan DJSN sejak 2020. Persiapan dilakukan sejak tahun lalu sebelum diberlakukan tahun depan.
Petugas melayani peserta BPJS,  di Kantor BPJS Kesehatan, Proklamasi, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas melayani peserta BPJS, di Kantor BPJS Kesehatan, Proklamasi, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA - Pada tahun depan direncanakan adanya perubahan layanan  BPJS Kesehatan. Para peserta hanya akan mendapatkan layanan rawat inap standar saat dirawat di rumah sakit.

Hal tersebut berbeda dengan selama ini yang layanannya dibedakan antar kelas iuran. Adapun, jika layanan rawat inap standar diterapkan, akan ada beberapa konsekuensinya.

Pertama, yaitu adanya biaya baru yang harus dikeluarkan para peserta ketika ingin mendapatkan layanan yang lebih banyak dari standar yang ditetapkan. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyebut ini adalah amanat yang sudah diatur dalam penjelasan Pasal 23 ayat 4 UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.

"Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya [kelas standar], dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan," kata anggota DJSN, Muttaqien dilansir Tempo.co, Rabu (8/12/2021).

Alternatif lainnya, peserta harus membayar sendiri selisih biaya yang dijamin BPJS Kesehatan, dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas rawat inap. "Sehingga yang diatur adalah selisih biaya," kata dia.

Selain adanya asuransi tambahan, konsekuensi lain penghapusan kelas rawat inap adalah berubahnya nilai iuran peserta BPJS yang saat ini terdiri dari tiga kelas. Namun, belum ada kepastian apakah iuran peserta akan diseragamkan jadi satu juga pada 2022.

Menurut Muttaqien, perkara iuran ini masih belum ada keputusan final, apakah jadi satu nominal iuran dan berapa angka yang harus dibayar peserta.

"Nanti akan diputuskan dalam proses penentuan kebijakannya, yang terbaik untuk semua pemangku kepentingan dan peserta," kata dia.

Muttaqien menyebut yang menjadi amanat UU Sistem Jaminan Sosial Negara baru kelas rawat inap. Menurut dia, kajian terkait aspek di BPJS memang jadi satu. Mulai dari penyesuaian manfaat medis dan non-medis, Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs) atau rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi, hingga iuran.

Adapun, rencana layanan rawat inap standar sudah disampaikan DJSN sejak 2020. Persiapan dilakukan sejak tahun lalu sebelum diberlakukan tahun depan.

Pemberlakuannya diatur berdasarkan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan maupun Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tenang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.

Beleid tersebut berlaku paling lambat 2022 atau sudah harus berjalan mulai 1 Januari 2023. Namun, karena proses kajian dan persiapan masih berjalan, aturan kelas standar ini belum akan berlaku dalam waktu dekat. "Kalau berlaku 1 Januari 2022, belum," kata Muttaqien.

Untuk menyiapkan rencana ini, Muttaqien menyebut sudah ada tim kelas rawat inap jaminan kesehatan nasional atau Tim KRI JKN di DJSN yang mempersiapkannya. Tim ini sudah melakukan konsultasi publik kepada beberapa pihak terkait untuk mendapatkan masukan sebelum dijalankan.

Menurut dia, masukan yang disampaikan stakeholder sangat berarti untuk perbaikan yang diperlukan dalam desain kebijakan. Salah satu pihak yang diajak duduk bersama yaitu pemain asuransi komersil di dalam asosiasi asuransi jiwa, karena menjadi salah satu pihak dalam desain ekosistem JKN.

Saat ini, layanan rawat inap dibedakan antar kelas iuran peserta, yaitu dari kelas I dengan iuran atau premi sebesar Rp 150 ribu per bulan, kelas II Rp 100 ribu per bulan, dan kelas III Rp 35 ribu sebulan.

Dengan aneka iuran ini, peserta BPJS selama ini telah menerima layanan yang melampaui kebutuhan minimal kesehatan. Itu sebabnya, biaya klaim yang harus dikeluarkan BPJS lebih besar pasak dari tiang dan menyebabkan keuangan tekor beberapa tahun lalu.

Namun, perbaikan yang dilakukan BPJS Kesehatan beberapa tahun terakhir telah membuat kerugian berkurang, hingga akhirnya per 31 Desember 2020, BPJS Kesehatan memiliki saldo kas dan setara kas surplus sebesar Rp18,7 triliun.

Kondisi keuangan yang berangsur sehat ini ditunjukkan dengan kemampuan BPJS Kesehatan membayar seluruh tagihan pelayanan kesehatan secara tepat waktu kepada seluruh fasilitas kesehatan.

"Termasuk juga penyelesaian pembayaran atas tagihan tahun 2019," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan saat itu, Fachmi Idris, dalam konferensi pers virtual, Senin, 8 Februari 2021.

Tak hanya itu, penghapusan kelas rawat inap ini sejalan dengan rencana Kementerian Kesehatan menerapkan Kebutuhan Dasar Kesehatan atau KDK yang jadi amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Kebijakan KDK ini dijalankan seiring dengan penghapusan kelas rawat inap tersebut, sehingga ke depan, BPJS memang hanya akan melayani layanan berdasarkan KDK ini.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan urusan penerapan KDK menjadi wilayah kementeriannya. Tapi khusus untuk kelas rawat inap yang berlaku tahun depan, menjadi urusan DJSN. "Tunggu tanggal mainnya ya, itu di DJSN," kata Kunta.

Saat dikonfirmasi soal adanya tambahan layanan asuransi yang harus dibayarkan peserta BPJS ini, Kunta belum bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper