Bisnis.com, JAKARTA – Ada tiga unicorn yang akan menyerap rights issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) PT Allo Bank Indonesia Tbk. Hadirnya Bukalapak, Grab, hingga Carro dinilai akan memperlincah gerak Allo Bank.
Seperti diketahui, emiten bank dengan sandi BBHI ini akan menerbitkan 10,05 miliar saham biasa dengan nominal Rp100 per saham dengan harga pelaksanaan Rp478. Dana yang diterima perseroan dalam aksi ini diperkirakan mencapai Rp4,80 triliun.
Rights issue Allo Bank akan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dilaksanakan selama lima hari mulai tanggal 13 Januari hingga 19 Januari 2022.
Disebutkan PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA), PT Indolife Investama Perkasa (Group Salim), Abadi Investments Pte. Ltd., H Holdings Inc (Grab), Trusty Cars Pte. Ltd. (Carro), dan CT Corpora akan meramaikan rights issue BBHI.
BUKA nantinya akan menguasai 11,49 persen saham di BBHI, lalu Abadi Investments sebesar 7 persen, kemudian Group Salim sebesar 6 persen, dan Grab sebanyak 2,07 persen. Adapun porsi Trusty Cars dan CT Corpora masing-masing 0,69 persen dan 1,88 persen.
Dengan masuknya sejumlah investor baru tersebut, Allo Bank diyakini mampu bersaing di tengah ketatnya persaingan bank digital di Tanah Air. Dengan kendali yang sama, hadirnya keempat investor dari berbagai entitas bisnis itu membuka peluang terjadinya kolaborasi.
“Bank digital yang akan memenangkan pasar adalah bank yang lengkap integrasi ekosistemnya. Salah satu kompetitor yang cukup potensial adalah Allo Bank,” ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Bisnis, Kamis (6/1/2022).
Menurut Bhima, dengan masuknya investor dari ekosistem digital ke dalam Allo Bank akan membuka peluang kolaborasi. Ekosistem digital seperti lokapasar atau e-commerce, aplikasi ride hailing, dan bank digital dinilai saling membutuhkan.
Contohnya, kolaborasi terkait dengan penyaluran pinjaman jangka pendek ke merchant lokapasar. Bhima menuturkan lokapasar memilik basis data merchant, perilaku pembelian barang, karakter merchant dan performa penggunaan aplikasi e-commerce. Seluruh aspek ini berperan penting dalam credit scoring bagi bank yang ingin menyalurkan pinjaman digital.
“Bayangkan dalam berbagai survei, sebanyak 80 persen UMKM membutuhkan pembiayaan untuk memulai kembali bisnisnya di saat pandemi, jadi peluang untuk penyaluran pinjaman bank digital sangat terbuka lebar,” kata Bhima.
Di sisi lain, bank digital juga berkepentingan mendorong dana murah atau current account saving account (CASA) lewat pembukaan rekening. Menurutnya, jika membuka rekening bisa secara mudah, akses keuangan akan terbuka lebar bagi merchant dan konsumen e-commerce.
“Begitu juga keperluan untuk menjual produk investasi seperti reksadana, atau produk asuransi-bank [bancassurance] bisa cross platform. Ini akan untungkan pendapatan fee based income bank, sekaligus pendapatan dari bunga pinjaman,” pungkasnya.
Jika melihat perkembangan bisnis bank digital, salah satu entitas yang cukup atraktif dalam membangun kolaborasi dan jejaring ekosistem digital adalah PT Bank Jago Tbk. (ARTO).
Bank yang dikendalikan duet Jerry Ng lewat PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia dan Patrick Walujo melalui Wealthtrack Technology Ltd. ini telah membangun kolaborasi dengan perusahaan ride hailing Gojek dan perusahaan layanan investasi online, Bibit.
Tahun ini, rencananya ARTO memulai penyaluran kredit melalui aplikasi yang dikembangannya. Bank Jago sejauh ini masih meningkatkan penyaluran kredit dan memperluas kolaborasi dengan ekosistem digital.
Kolaborasi itu diwujudkan melalui kerja sama dengan perusahaan peer to peer (P2P) lending dan multifinance. Beberapa mitra Bank Jago dalam menyalurkan kredit di antaranya Home Credit, BFI Finance, Kredit Pintar, Akseleran, Investree, AdaKami, Modal Rakyat, dan Atome.