Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki periode 2022, pemain industri pembiayaan (multifinance) yang memiliki ekuitas di bawah Rp100 miliar masih belum punah. Padahal, keberadaan mereka sudah dua tahun belakangan dinyatakan terlarang.
Sebagai informasi, berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang penyelenggaraan usaha multifinance, tepatnya dalam Pasal 87 POJK 35/2018, multifinance berbentuk perseroan terbatas harus mencapai ketentuan ekuitas tersebut paling lambat 31 Desember 2019.
Terkini, berdasarkan statistik OJK per November 2021, pangsa pasar piutang pembiayaan para pemain dengan ekuitas di bawah Rp100 miliar tersisa Rp79 miliar dari sebelumnya Rp384 miliar pada awal 2021.
Pasalnya, sebagian pemain tercatat sudah tidak menyelenggarakan kegiatan penyaluran pembiayaan baru lagi dan hanya menuntaskan transaksi piutang tersisa dari para debiturnya.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan menambahkan bahwa akibat pandemi Covid-19, otoritas masih menunggu para pemain yang masih memiliki itikad baik untuk melakukan penyelamatan usaha.
Misalnya, suntikan modal dari pemegang saham eksisting, merangkul investor baru, atau melakukan aksi korporasi berupa merger dan akuisisi. Selebihnya, pemain yang sampai saat ini belum bisa memberikan kejelasan, terpaksa dikenakan sanksi.
Baca Juga
"Berdasarkan pemantauan OJK, dari 162 pelaku industri pembiayaan, yang belum bisa memenuhi ekuitas minimal ada 12 perusahaan. Di mana 4 di antaranya saat ini dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (18/1/2022).
Bambang menegaskan OJK terus menagih realisasi rencana strategis para pemain terkait untuk segera memenuhi ketentuan regulasi. Buktinya, angka pemain yang belum memenuhi ketentuan ini tercatat telah turun dari sebelumnya mencapai 24 perusahaan pada kuartal III/2020.
Sepanjang 2021 lalu, sebagian berhasil merealisasikan rencananya. Namun, sebagian lainnya status perizinannya terpaksa harus dicabut oleh OJK, atau para pemain sendiri menyatakan menyerah, kemudian secara suka rela mengembalikan status perizinan.
"Sebagian yang berhasil melakukan penyelamatan, karena mereka mendapat suntikan modal dari pemegang sahamnya. Selain itu, terdapat juga 2 pemain yang berhasil survive lewat melakukan penggabungan usaha perusahaan pembiayaan. Ada juga 3 pemain yang survive setelah diambil alih oleh investor baru," jelasnya.