Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Ungkap Faktor yang Bikin Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong Diminati

OJK melihat fenomena sebagian kalangan masyarakat terjebak layanan keuangan ilegal seperti pinjaman online dan investasi bodong, hanya untuk memenuhi gaya hidup.
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara (kiri), Kepala Ekonom-Departemen Pasifik Asia di Institut Keuangan Internasional Bejoy Das Gupta (tengah) dan Wakil Direktur Departemen Statistik IMF Gabriel Quiros (kanan) menyampaikan materi pada sesi seminar OJK - Fintech Talk, di Ayana Resort, Jimbaran, Bali, Jumat (12/10/2018)./ANTARA-Anis Efizudin
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara (kiri), Kepala Ekonom-Departemen Pasifik Asia di Institut Keuangan Internasional Bejoy Das Gupta (tengah) dan Wakil Direktur Departemen Statistik IMF Gabriel Quiros (kanan) menyampaikan materi pada sesi seminar OJK - Fintech Talk, di Ayana Resort, Jimbaran, Bali, Jumat (12/10/2018)./ANTARA-Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap peningkatan literasi dan awareness masyarakat terkait pengelolaan finansial, mampu turut menekan keberadaan layanan keuangan ilegal. 

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menjelaskan bahwa faktanya, sampai saat ini pinjaman online (pinjol) ilegal, investasi online bodong, dan gadai ilegal masih terus ada. 

Tirta dalam Virtual Seminar LPPI: 'Perlindungan Konsumen terhadap Pinjol dan Investasi Ilegal' memaparkan lebih lanjut, di mana selama 2020 dan 2021, OJK dibantu berbagai stakeholder tercatat menutup 445 penawaran investasi ilegal, lebih dari 1.800 pinjol ilegal, dan 92 gadai ilegal. 

"Salah satu alasan kenapa pinjol dan investasi ilegal masih terus muncul, terutama karena mereka memanfaatkan rendahnya tingkat literasi masyarakat terkait layanan keuangan, yang hanya 38 persen dari seluruh masyarakat dewasa Indonesia. Bahkan, terkhusus bidang investasi, tingkat literasi cuma 5 persen alias menjadi yang paling rendah," jelasnya dalam pemaparannya, Kamis (10/2/2022). 

Terkait pinjol ilegal, Tirta mengakui ada ketidaksiapan sebagian kalangan masyarakat menghadapi pandemi, sehingga terpaksa masuk dan terjebak ke platform pinjaman tunai ilegal yang paling mudah diakses, demi memenuhi kebutuhan hidup. 

Namun, jangan lupakan pula ada fakta bahwa pinjol ilegal juga dilirik oleh sebagian kalangan masyarakat lain hanya untuk 'hedon' alias memenuhi tuntutan gaya hidup semata. 

"Ini terungkap berdasarkan penelitian dari IPB, menunjukkan 29 persen responden mengungkap alasan menggunakan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup. Selain itu, 31 persen itu karena terpengaruh iklan dan media sosial," jelasnya. 

Fenomena ini pun relevan buat investasi online ilegal. Di mana sebagian kalangan masyarakat terjebak karena tergiur oleh kampanye kaya instan lewat investasi yang ramai di media sosial. 

Oleh sebab itu, Tirta mengingatkan jangan lantas cepat percaya dengan platform-platform investasi yang diiklankan oleh pegiat media sosial. Masyarakat harus tetap mengecek lagi legalitas dan bagaimana risiko menggunakan platform tersebut. 

"Investasi bodong biasanya menjanjikan keuntungan yang tinggi, tanpa risiko, dan dalam waktu singkat. Selain itu, tak jarang juga banyak yang tergiur karena ada bonus ketika bisa melakukan member get member, sehingga mudah mempercayai endorsement tokoh atau influencer di media sosial," ungkapnya. 

Oleh sebab itu, OJK berharap setiap stakeholder makin serius ikut membantu meningkatkan literasi masyarakat terkait layanan finansial dan pengelolaan keuangan.

Tirta menjelaskan bahwa pada periode Juni 2021 sampai Januari 2021, tercatat masuknya 51.000 pengaduan ke OJK terkait layanan keuangan, yang notabene banyak dihiasi fenomena pinjol dan investasi ilegal. 

Tepatnya, 21.000 pengaduan atau mencapai 41 persen berkaitan perilaku petugas penagihan di bidang pinjaman. Selain itu, 10.000 pengaduan masuk untuk melaporkan atau menanyakan legalitas suatu platform, sementara 6.000 pengaduan masuk karena adanya keberatan atas jumlah tagihan yang tidak sesuai di suatu platform. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Azizah Nur Alfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper