Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) meminta BPJS Ketenagakerjaan untuk mengantisipasi lonjakan klaim jaminan hari tua (JHT) menyusul adanya perubahan aturan tata cara pencairan manfaat program tersebut.
Anggota DJSN Indra Budi Sumantoro mengatakan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT memberikan masa transisi hingga 3 bulan sejak peraturan ini diundangkan pada 4 Februari 2022. Oleh karena itu, ketentuan sebelumnya, Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, masih berlaku sampai dengan 3 Mei 2022.
Menurutnya, adanya masa transisi tersebut tak menutup kemungkinan dapat memicu lonjakan klaim JHT.
"Antisipasi ada masa transisi 3 bulan. Menurut saya ini [JHT] hak pekerja. Jadi ada kemungkinan di masa transisi terjadi lonjakan klaim JHT tinggi," ujar Indra dalam media visit di Bisnis Indonesia, Selasa (15/2/2022).
Guna mengantisipasi hal tersebut, ia pun meminta BPJS Ketenagakerjaan melakukan persiapan, terutama dari sisi pelayanan. BPJS Ketenagakerjaan harus memastikan pelayanan terhadap klaim-klaim JHT dapat berjalan lancar karena bagaimanapun JHT merupakan hak peserta.
"BPJS Ketenagakerjaan harus bisa respon. Jangan sampai nanti dalam masa transisi ketika pekerja banyak ambil JHT secara IT tidak siap. Sistem IT dan segalam macam harus benar-benar siap," katanya.
Baca Juga
Adapun, pemerintah baru-baru ini mengubah tata cara pencairan JHT melalui penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Permenaker tersebut menetapkan pembayaran manfaat JHT diberikan saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, termasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena PHK.
Aturan ini menggantikan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan manfaat JHT dapat dicairkan secara tunai dan sekaligus setelah masa tunggu 1 bulan sejak tanggal pengunduran diri atau pemutusan hubungan kerja (PHK).