Bisnis.com, JAKARTA — Merebaknya kolaborasi layanan digital antara bank dengan perusahaan financial technology atau fintech telah mendorong wacana baru terkait pembentukan komisioner khusus di dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang membidangi teknologi keuangan.
Saat ini, pengawasan dan pengaturan terhadap fintech di OJK masih berada berada di dalam sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Sektor ini mencakup industri asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan penyelenggara jaminan.
Wacana pembentukan komisioner khusus yang menaungi bidang teknologi keuangan berpotensi didorong seiring momentum pemilihan calon anggota Dewan Komisioner (DK) OJK periode 2022–2027. Proses pemilihan tersebut kini telah memasuki babak akhir.
Sebanyak 21 nama calon anggota DK OJK yang lolos seleksi telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Selanjutnya, Jokowi akan mengeliminasi tujuh kandidat untuk diambil menjadi 14 orang guna diserahkan kepada DPR. Selanjutnya anggota dewan akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan atau fit and propert test.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin menilai wacana pembentukan komisioner khusus fintech menjadi pembahasan menarik di tengah proses pemilihan calon anggota DK OJK.
Dia berpendapat mengemukanya wacana itu tidak terlepas dari masifnya aksi korporasi yang melibatkan sektor perbankan dan fintech. Mulai dari akuisisi perusahaan fintech terhadap bank-bank kecil, hingga kolaborasi antara keduanya telah menjadi fenomena yang tak bisa dihindari.
Baca Juga
“Memang benar ke depan akan semakin banyak [kolaborasi fintech dan bank], sehingga memerlukan pengawasan ekstra. Mungkin saja itu yang diperlukan,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (8/3/2022).
Amin menuturkan bahwa ide pembentukan komisioner khusus fintech di luar sektor IKNB akan membuat otoritas lebih fokus menangani tantangan yang ada. Pasalnya, IKNB memayungi berbagai macam industri dengan beragam tantangan.
“Jadi, kalau bicara pengawasan itu pasti akan butuh. Tetapi jika sudah dikaitkan dengan digitalisasi, dan semua di industri itu kemudian beralih ke digitalisasi, seharusnya dapat lebih komprehensif secara pengawasan.”
Di sisi lain, Amin menilai bahwa wacana pembentukan komisioner khusus fintech perlu memperhatikan total cakupan dari masing-masing industri, baik dari sisi portofolio bisnis maupun eksposur secara risiko.
Selain itu, OJK juga perlu menyiapkan sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi informasi dalam menghadapi berbagai tantangan di sektor teknologi keuangan, mulai dari keamanan siber hingga pengelolaan basis data.
EKSPANSIF
Pada saat bersamaan, rencana aksi korporasi di bisnis layanan keuangan berbasis teknologi kian semarak tahun ini. Kucuran dana dari para investor strategis membuat para pemain fintech semakin leluasa menjalankan ekspansi bisnisnya.
PT Mitrausaha Indonesia Group atau Modalku, misalnya, berniat menyajikan layanan perbankan digital atau neobank. Selain itu, holding bisnis keuangan Grup MNC milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo, PT MNC Kapital Indonesia Tbk. (BCAP) ingin bermanuver lewat rencananya membentuk unit usaha baru seiring fokus pengembangan ekosistem digital pada 2022.
BCAP merupakan perusahaan induk yang membawahi sejumlah entitas keuangan MNC Group seperi PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP). MNC Finance, MNC Sekuritas, MNC Asset Management serta sejumlah perusahaan properti.
Adapun unit usaha baru yang tengah disiapkan oleh BCAP tersebut meliputi di bidang fintech meliputi securities crowdfunding, modal ventura, hingga aset kripto.
Sementara itu, penyaluran pinjaman fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online juga terus berakselerasi. OJK mencatat bahwa hingga akhir tahun lalu, kucuran dana dari pinjol mencapai Rp295,85 triliun, atau naik 89,7 persen secara tahunan (yoy).
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa realisasi tersebut sudah cukup kuat menjadi landasar untuk membentuk pengawasan yang terpisah dari IKNB.
Menurutnya, pembentukan itu akan berimbas pada proses pengawasan yang lebih cepat dan mampu merumuskan regulasi secara adaptif. Hal ini kemudian bermuara pada kecepatan koordinasi guna pengambilan tindakan.
Adapun keunggulan fintech adalah menyasar segmen mikro dan ultramikro. Hal ini dapat meningkatkan pendanaan ke UMKM melalui layanan teknologi keuangan. Untuk itu, Bhima mengatakan pendaftaran fintech juga harus lebih ketat dalam upaya mendorong UMKM.
Begitu pula dengan seleksi yang harus memiliki orientasi untuk mendorong penyaluran pinjaman produktif kepada pelaku usaha UMKM, dibandingkan dengan fintech yang bersifat konsumtif.