Bisnis.com, JAKARTA - Para pemangku kepentingan berharap pemimpin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru nantinya lebih tanggap terhadap kondisi kesehatan perusahaan lembaga jasa keuangan (LJK) sektor industri keuangan non-bank (IKNB).
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Johan Effendi melihat bahwa kelemahan pengawasan LJK di bawah naungan IKNB OJK ini terutama tampak di sektor perasuransian.
"Misalnya, dari kasus asuransi yang masuk ke kami, konsumen sering kecewa terhadap pencairan [klaim] di asuransi itu karena pengawasan OJK seperti serta-merta, begitu. Harusnya ada tahapan-tahapan peringatan dilihat dari berbagai indikator," ujarnya dalam diskusi virtual 'Mencari Kandidat Terbaik Anggota Dewan Komisioner OJK' bersama Indef, Selasa (15/3/2022).
BPKN menyoroti bahwa pengaduan terkait kasus di industri asuransi oleh konsumen atau pemegang polis, biasanya baru mencuat setelah perusahaan asuransi tersebut sudah dalam kondisi yang parah.
Oleh sebab itu, Johan berharap agar pimpinan IKNB OJK ke depan mampu menjalankan pengawasan yang cepat, sekaligus memberikan gambaran peringatan bagi para konsumen di LKJ terkait yang sedang dalam masalah.
"Kalau bisa OJK lebih intensif memberikan peringatan-peringatan langsung kepada para konsumen. Karena kemampuan konsumen kita menerjemahkan situasi itu tidak semuanya sama rata. Makanya, fungsi pengawasan itu juga harus jalan cepat. Jangan sampai setelah membeludak, ribut, baru diatasi," tambahnya.
Baca Juga
Dihubungi di tempat terpisah, pengamat otomotif dan industri pembiayaan Jodjana Jody mengungkap hal serupa dan berharap tata kelola perusahaan di sektor IKNB lebih kuat.
Sebab, mantan bos Auto2000 (2010) dan Astra Credit Companies (2015) ini menyoroti kurangnya tindakan preventif OJK untuk mengatasi LJK sektor IKNB yang sedang 'sekarat'.
Selain itu, penanganan isu pinjaman online (pinjol) ilegal yang masih belum tuntas juga masih mencoreng nama baik pemain industri penyalur kredit di sektor IKNB, yaitu industri pembiayaan (multifinance/leasing) sekaligus industri teknologi finansial pendanaan bersama (P2P lending).
Pasalnya, multifinance dan P2P lending sama-sama memiliki sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat sebagai investor langsung. Multifinance dari penerbitan obligasi, sementara P2P lending dari setoran langsung para pendana (lender).
"Harus lebih preventif dan lebih berani mencabut perusahaan-perusahaan yang sudah di tahap 'hidup segan mati tak mau'. Karena ini membuat imej industri penyalur kredit non-bank Indonesia di mata investor itu tergerus. Soalnya mereka takut kan, kalau ujung-ujungnya ternyata ada masalah yang belum ketahuan sama otoritas," jelasnya.
Adapun, walaupun calon dewan komisioner IKNB OJK nantinya berlatar belakang industri asuransi, Jody tetap meyakini bahwa calon pembina sektor IKNB merupakan profesional yang berkompeten dan mau mendengarkan masukan dari pelaku industri.
"Menurut saya para calon pasti bisa ikut menyelesaikan berbagai isu di sektor IKNB yang sekarang masih mengganjal. Karena kalau profesional dan terbuka, pasti punya mekanisme kerja yang fair. Para calon yang lolos ini saya lihat hebat semua, sehingga saya punya keyakinan mereka bisa proaktif untuk membawa imej sektor IKNB semakin baik ke depan," tutupnya.