Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai praktik tata kelola yang baik dan peningkatan kompentensi SDM di industri asuransi perlu diperbaiki untuk meningkatkan penetrasi pasar.
Dia mengatakan, dalam beberapa kasus, tata kelola yang buruk dari manajemen perusahaan asuransi yang mengarah pada dilanggarnya peraturan yang berlaku telah menciptakan risiko bagi peserta.
"Beberapa pelanggaran tersebut mengarah kepada perusahaan asuransi tidak bisa bayar klaim dan itu jelas menciptakan tambahan persepsi risiko," ujar Sri Mulyani dalam IFG International Conference 2022, Senin (30/5/2022).
Tantangan lain untuk meningkatkan penetrasi industri asuransi adalah kurangnya SDM dan profesional yang kompeten. Sri Mulyani menyontohkan, tenaga di Indonesia terbilang masih rendah dibandingkan negara-negara di Asean. Padahal aktuaris memiliki peran penting di industri asuransi untuk mengelola keberlanjutan bisnis dan mendesain produk asuransi yang sesuai dengan profil aset dan liabilitas perusahaan.
"Untuk jawab tantangan ini, butuh kolaborasi semua stakeholder, pemerintah, otoritas pengawas, asosiasi, perusahaan asuransi, dan konsumen. Kolaborasi harus fokus bagaimana kita dapat meningkatkan regulasi dan pengawasan, serta untuk meningkatkan tata kelola yang baik. Tentu peningkatan kompetensi SDM juga sangat penting. Sementara untuk publik, peningkatan literasi asuransi juga sangat penting," katanya.
Menurutnya, kolaborasi tersebut akan meningkatkan kepercayaan publik pada industri dan meningkatkan penetrasi industri. Hal ini harus dilakukan melalui inisiatif yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Baca Juga
Adapun, Sri Mulyani mencatat sektor keuangan masih didominasi oleh sektor perbankan. Pada 2021, aset sektor perbankan mencapai 78 persen dari keseluruhan aset sektor keuangan, sementara sektor asuransi hanya berkontribusi sekitar 13 persen meskipun terus bertumbuh. Dalam 6 tahun terakhir, aset kontribusi terhadap PDB hanya 9,6 persen. Data tersebut mengonfirmasi fakta bahwa penetrasi dan densitas asuransi di Indonesia masih rendah.
Kemudian, berdasarkan data Swiss Re 2020, penetrasi asurnasi yang diindikasikan dari rasio premi industri asuransi terhadap PDB hanya 1,9 persen. Angka tersebut, cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asean. Misalnya, Singapura sebesar 9,5 persen, Thailand 5,3 persen, Malaysia 5,4 persen dan bahkan Vietnam 2,3 persen.
Selain itu, Sri Mulyani menyebutkan total belanja tahunan oleh individu di Indonesia menunjukkan tren penurunan dan hanya mencapai sekitar US$75 per tahun atau sekitar 1,9 persen dari total belanja individu per tahun.
"Dengan penetrasi dan densitas yang rendah, mengimplikasikan bahwa pasar asuransi di Indonesia masih sangat luas dan terbuka untuk dapat diekspansi dan dikembangkan lebih lanjut," kata Sri Mulyani.