Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Restrukturisasi Kredit, Inflasi dan Sentimen Global jadi Momok Baru?

Restrukturisasi kredit yang didorong oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai antisipasi bagi perbankan dan nasabah akan berakhir pada Maret 2023 nanti.
Pengunjung gerai Slik menunggu panggilan petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung gerai Slik menunggu panggilan petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Restrukturisasi kredit yang didorong oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai upaya meredam dampak pandemi Covid-19 di sektor keuangan dinilai tidak perlu diperpanjang.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan apabila proses pemulihan ekonomi terus berlanjut, restrukturisasi Covid-19 ini bisa dihentikan pada Maret 2023.

“Tidak perlu diperpanjang. Asumsinya gejolak global [inflasi] akibat perang dan kenaikan harga komoditas tidak mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional,” kata Piter, Kamis (2/6).

Senada, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin berpendapat restrukturisasi akan terus melandai seiring aktivitas ekonomi dan sektor rill yang mulai berjalan perlahan.

Di sisi lain, perlahan bank-bank juga akan menggunakan dana cadangan yang sudah dibentuk untuk optimalisasi proses tersebut.

Amin juga berpendapat kemungkinan besar tidak akan ada lagi perpanjangan masa restrukturisasi. Hanya saja, terdapat peluang Otoritas Jasa Keuangan mempertimbangkan skema lain, yang sesuai dengan kondisi yang akan dihadapi Indonesia secara ekonomi dengan adanya dinamika politik dan ekonomi secara global.

“Namun tentunya disesuaikan dengan perkembangan kondisi industri keuangan dan khususnya perbankan ke depan pascapandemi ini,” kata Amin.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflasi menjadi salah satu tantangan yang akan dihadapi dalam restrukturisasi, meski demikian beberapa industri yang terpukul oleh pandemi tahun lalu mulai mengalami kenaikkan. Industri cukup kuat untuk menghadapi inflasi.

Adapun mengenai deadline restrukturisasi yang selesai pada Maret 2023, kata Bhima, dapat diperpanjang namun harus lebih selektif lagi.

“Hanya debitur-debitur yang terdampak inflasi, mungkin karena bahan baku naik, kemudian mungkin masih terjadi tekanan, atau masih mengalami kesulitan karena ekspor tertekan,” kata Bhima.

Bank, lanjutnya, juga harus selektif melihat kondisi debitur. Tidak sebesar yang ada saat ini jumlah penerima restrukturisasi pinjamannya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat sejumlah bank masih dalam proses restrukturisasi kredit  terdampak Covid-19. Adapun, OJK memproyeksikan kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp606,39 triliun per April 2022.

“Proyeksi sementara di April ini kredit restrukturisasi Covid-19 masih ada Rp606,39 triliun. Ini sudah jauh dari angka pertama yang sampai titik tertinggi hampir Rp1.000 triliun di 2020,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat rapat bersama Komisi XI DPR, dikutip Kamis (2/5/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper