Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Abaikan Perubahan Iklim, Pertumbuhan Ekonomi Global akan Anjlok 18 Persen pada 2050

Asia Tenggara menjadi wilayah dengan ancaman kontraksi ekonomi tertinggi bila mengabaikan perubahan iklim.
Pertumbuhan ekonomi global terancam anjlok 18 persen pada 2050 bila dunia mengabaikan isu perubahan iklim. /Antara Foto-Sigid Kurniawan
Pertumbuhan ekonomi global terancam anjlok 18 persen pada 2050 bila dunia mengabaikan isu perubahan iklim. /Antara Foto-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — Pengabaian terhadap perubahan iklim berisiko membuat kontraksi pertumbuhan ekonomi global yang cukup dalam pada 2050.

Merujuk pada laporan Swiss Re Institute 2021, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan pada 2050 ekonomi global dapat tergerus sebesar 18 persen jika negara-negara terus menggenjot pertumbuhan, tanpa memerhatikan perubahan iklim. Bahkan, secara khusus, ekonomi Asia Tenggara terancam anjlok 37,4 persen.

Dengan kondisi yang akan terjadi itu, kata Eko, penerapan ekonomi hijau atau ekonomi berkelanjutan perlu diterapkan.

“Jadi perusahaan tidak cukup hanya tumbuh ekonominya dengan tetap melakukan perusakan lingkungan. Tentu itu bukan pilihan lagi. Jadi memperhatikan isu keberlanjutan sudah harus menjadi bagian dalam perencanaan ke depan,” kata Eko dalam acara Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, Rabu (22/6/2022).

Dia menambahkan jika negara-negara di dunia memiliki keinginan untuk menjadikan perubahan iklim sebagai ‘musuh bersama’, maka negara-negara tersebut akan merasakan keuntungan hingga 25 persen dari GDP untuk negara-negara di Asia Tenggara dan 10 persen dari GDP untuk seluruh negara.

Eko juga mengatakan berdasarkan data Climate Bond Initiative 2022, pembiayaan untuk ekonomi hijau terus mengalami pertumbuhan dari US$200 juta pada 2018 menjadi US$500 juta pada 2021.

“Ini sebetulnya pesannya adalah dananya ada. Jadi dari sisi pembiayaan dukungan itu terus menguat, ada kesempatan bagi ekonomi hijau untuk terakselerasi ke depan,” kata Eko.

Adapun mengenai pembatasan pembiayaan pada sektor-sektor tertentu yang tidak menerapkan konsep ekonomi hijau, menurut Eko, perlu dilakukan upaya-upaya pembatasan.

“Kalau tidak [dibatasi] bagaimana kita bisa memastikan pencapaian dari zero emisi. Jadi bisa saja nanti ada perusahaan dari aspek CSR sangat go green, tetapi dalam aspek yang lain penyaluran kreditnya tidak demikian,” kata Eko.

Hanya saja, lanjut Eko, model pendekatan perbankan dalam hal tersebut biasanya ,tahap pertamanya adalah aspek situasi moral. Misal, perbankan beri insentif bagi perusahaan yang mengembangkan mobil listrik. Tetapi yang tidak mengarah ke sana tidak mendapat sanksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper