Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyampaikan penyesuaian secara bertahap giro wajib minimum (GWM) rupiah dan pemberian insentif GWM telah menyerap likuiditas perbankan Rp119 triliun sejak 1 Maret 2022.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menekankan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan GWM rupiah secara bertahap berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas perbankan.
“Penyesuaian secara bertahap GWM Rupiah dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp119 triliun,” kata Erwin dalam keterangan tertulis, seperti dikutip pada Minggu (26/6/2022).
Erwin menyatakan penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN atau surat berharga negara untuk pembiayaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Tercatat pada Mei 2022, rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) masih tinggi, yaitu mencapai 30,80 persen dan tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit.
Adapun, insentif GWM rupiah pada Juni 2022 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya menunjukkan dukungan positif kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor prioritas dan inklusif.
Baca Juga
Erwin juga menyatakan ketahanan sistem keuangan tetap terjaga dan intermediasi perbankan melanjutkan perbaikan. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan April 2022 tetap tinggi sebesar 24,28 persen, dan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap terjaga, yakni 3 persen (bruto) dan 0,83 persen (neto).
Bank sentral juga mencatat dana pihak ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 9,93 secara tahunan (year-on-year/yoy), sedangkan intermediasi perbankan pada Mei 2022 melanjutkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya dengan pertumbuhan kredit sebesar 9,03 persen secara tahunan.
“Pertumbuhan kredit terjadi di seluruh kelompok bank dan hampir di seluruh sektor ekonomi, terutama pada segmen kredit korporasi dan UMKM, seiring berlanjutnya pemulihan aktivitas korporasi dan rumah tangga,” terangnya.
Lebih lanjut, Erwin mengatakan dalam rangka koordinasi fiskal-moneter sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang berlaku hingga 31 Desember 2022, maka BI melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2022.
Hal itu dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp32,54 triliun (hingga 22 Juni 2022). Itu dilakukan melalui mekanisme lelang utama, greenshoe option, dan private placement.
Di sisi lain, pada Mei 2022, likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 18,37 persen secara tahunan dan 12,15 persen secara tahunan.